Dewasa ini, perkembangan teknologi melahirkan berbagai pelayanan yang mampu mencuri perhatian dan bahkan mendorong masyarakat untuk menggunakan produknya.Â
Salah satunya adalah gadget. Hampir mustahil dapat ditemukan individu dari kelompok masyarakat mana pun yang bebas dari gadget. Hal ini dapat dimaklumi karena gadget telah memasuki peran dalam interaksi sosial dan tuntutan pekerjaan.
Terlebih lagi di masa pandemi, di mana penggunaan gadget tidak hanya dilakukan oleh orang tua dalam aktivitas formal. Remaja dan anak-anak pun secara aktif menggunakan gadget di waktu formal dan non formal sebagai media interaksi, pembelajaran dan pekerjaan.Â
Di sisi lain, penggunaan gadget sebagai sarana mencari hiburan tidak sepatutnya dipertanyakan lagi. Bukan hanya dari kalangan dewasa, penggunaan gadget sebagai sarana untuk mencari hiburan juga sangat tinggi di kalangan anak bahkan sejak usia dini. Di sinilah pokok persoalannya, gadget sudah diperkenalkan kepada anak sejak usia balita tanpa tahu akibatnya.
Penggunaan gadget pada anak di usia balita sudah sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu dilakukan oleh orang tua dengan berbagai alasan yang mungkin masuk akal, seperti agar anak tidak rewel, agar anak tidak 'gaptek' dan atau agar anak lebih pintar. Namun pada dasarnya, penggunaan gadget sejak usia balita memiliki manfaat yang tidak lebih besar dari pada pengaruh negatifnya.Â
Padahal sudah banyak hasil penelitian yang menyatakan bahwa anak di usia balita yaitu sekitar umur 1-5 tahun mengalami yang namanya masa keemasan. Di masa itu, semua aspek kecerdasan seperti intelektual, emosional, dan spiritual mengalami perkembangan yang sangat tinggi.Â
Di masa ini pula anak-anak dapat menyerap informasi dengan begitu cepat. Sehingga anak menjadi peniru dan sangat pintar dari yang orang tua pikirkan. Pembentukan karakter, kepribadian, dan kemampuan kognitif anak mulai di bangun pada masa ini.
Dapat dibayangkan bila mana di masa kemasan tersebut waktu keseharian anak-anak hanya dihabiskan dengan bermain gadget. Banyak hal negatif yang diakibatkan oleh perilaku tersebut, salah satunya apa yang dinamakan oleh peneliti sebagai screen dependency disorder (gangguan ketergantungan terhadap layar gadget).Â
Akibat dari kecanduan ini akan menjadikan perkembangan anak terhambat, seperti pola interaksi yang lambat dibandingkan dengan teman sebayanya. Mengalami masalah bicara dan kosakata yang terbatas. Artikulasi tidak jelas dan mengalami masalah perkembangan emosi.
Penggunaan gadget sejak masih usia anak-anak oleh orang tua pada awalnya, biasanya, dilakukan dengan penuh pengawasan. Namun demikian, bila hal itu terus dilakukan dalam jangka waktu yang random dan setiap hari bukan tidak mungkin akan berpotensi menghasilkan efek kecanduan pada anak, dengan pengawasan atau pun tidak sama sekali.Â
Gangguan tersebut dapat berupa kerusakan otak karena paparan gadget yang terjadi secara terus-menerus, yang berakibat pada lambatnya pertumbuhan dan perkembangan otak seorang anak.Â
Di beberapa kasus-kasus tertentu, kemampuan fokus anak menjadi rendah akibat kurang tidur dan ruang lingkup sosial anak juga mengalami gangguan, di mana anak cenderung cemas dan kesepian.
Oleh sebab itu, perlu adanya pengawasan ekstra pada saat anak menggunakan gadget. Dalam hal ini sebaiknya perlu ada batasan dari orang tua berapa umur anak dapat menggunakan gadget.Â
Dari beberapa hasil penelitian, usia ideal anak untuk dapat menggunakan gadget adalah umur 12-13 tahun. Sedangkan penggunaan gadget di bawah umur 13 tahun sangat tidak dianjurkan. Selain itu, orang tua juga harus mengetahui aplikasi dan jaringan yang digunakan anak-anak, baik cara kerja atau pun konten yang sering dinikmati sebagai hiburan.
Bagi anak usia balita, interaksi langsung oleh orang tua kepada anak-anak sangat membantu merangsang pertembungan otak dan perkembangan anak dari pada interaksi melalui layar kaca.Â
Karena bagaimana pun, bagi anak usia balita, pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan dengan melibatkan semua panca indera dapat mendorong kemandirian, sikap percaya diri dan kecerdasan anak.Â
Membiarkan anak bosan dan sendirian hanya akan membuat anak mencari gadget sebagai hiburan. Memberikan anak-anak mainan interaktif akan melatih fokus mereka dalam belajar seperti mainan balok, lego atau puzzle. Selain itu, seringnya interaksi antara orang tua dan anak dapat mempererat hubungan satu sama lain.
Untuk menghindari efek kecanduan gadget pada anak, orang tua perlu mengambil tindakan bila mana anak sudah menunjukkan tanda-tanda yang tidak baik, seperti lebih memilih untuk bermain gadget dari pada bermain dengan anak-anak yang lainnya, emosi dan teriak-teriak saat anak tidak diberikan gadget, serta gejala lain yang tidak biasa.Â
Orang tua dapat melakukan perjanjian dengan anak dalam aturan penggunaan gadget, seperti tidak boleh menggunakan gadget dari jam 9 malam, berapa besaran pulsa yang akan dibelikan untuk anak tiap bulan, orang tua juga dapat menginstal aplikasi yang dapat memantau penggunaan gadget milik anak, dan lain sebagainya.Â
Agar seorang anak mematuhi aturan yang sudah disepakati, sebaiknya hal itu dilakukan juga oleh orang tua. Hal yang paling penting dan cenderung disepelekan oleh orang tua adalah melarang anak bermain gadget tapi orang tua cenderung menggunakan gadget ketika sedang bersama anak. padahal di usianya yang masih balita dan anak-anak, mereka cenderung mencontoh dari pada mengikuti instruksi orang tua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H