Mohon tunggu...
USWATUN HASANAH
USWATUN HASANAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang Pejuang Komunikasi yang Sedang Kuliah di Jurusa Ilmu Komunikasi UNRIYO

Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Respati Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Makna Keris bagi Masyarakat Urban

27 Juni 2021   23:07 Diperbarui: 27 Juni 2021   23:10 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Hal itu dikarenakan proses pembuatannya yang panjang, sangat teliti dan hati-hati, menggunakan material pilihan dan dengan persiapan mental spiritual yang mapan. Inilah kenapa sebagian masyarakat Jawa juga menganggap keris sebagai simbol atau lambang. Dalam konteks ini, keris mampu melegitimasi jabatan atau suatu kekuasaan, seperti keris pusaka kerajaan yang dipergunakan sebagai tanda syahnya seorang raja. Keris juga identik seseorang sekaligus status sosial mereka. 

Lebih jauh lagi, keris disimbolkan dengan falsafah Jawa, yaitu "manunggaling kawulo gusti". Hal itu dilihat dari bersatunya mata keris dengan warangka yang dikonsepkan dengan bersatunya diri dengan Tuhan.(Akhmad Arif Musadad, 2008, hl.153-54).

Makna keris bagi masyarkat Jawa kerap kali ditemukan dalam sisi kehidupan sosial mereka yang lain. Masyarakat Jawa dalam konteks kebudayaan menempatkan keris sebagai atribut yang tidak boleh lepas dalam kegiatan atau acara-acara tertentu. Keris sering dihadirkan saat upacara ritual tertentu seperti bersih desa, mantenan dan ritual-ritual tradisional lainnya. 

Pada perkembangannya, keris dimaknai sebagai karya seni yang mempunyai nilai tinggi. Keharmonisan sebilah keris dengan warangkanya dan motif pada bilah keris yang diproses dengan seni ukir, seni pahat dan tempa menjadikan sebuah keris mempunyai nilai estetika yang bernilai tinggi dan bermacam.

Keris sebagai warisan budaya nenek moyang Indonesia pada khususnya menarik perhatian masyarakat urban, dalam konteks ini diartikan sebagai masyarakat perkotaan, baik itu masyarakat Jawa perkotaan atau masyarakat perkotaan pada umumnya. Keris bagi kebanyakan masyarakat urban mempunyai makna komersial daripada makna keris itu sendiri. 

Banyak dari individu atau kelompok menengah ke atas menjadikan keris sebagai daya tarik wisatawan dengan menjadikannya sebagai identitas dari budaya daerah tertentu, sehingga banyak orang yang berkunjung untuk melihatnya. 

Seperti halnya keris-keris yang dipamerkan di museum dan atau tempat pariwisata. Pada titik ini, ketertarikan masyarakat urban pada keris mampu melahirkan komoditas ekonomi. Fenomena keris sebagai salah satu karya seni yang mempunyai nilai tinggi telah menjadi trend di dalam perkembangan bisnis kesenian Indonesia.

Komoditas-komoditas yang muncul oleh sebab ketertarikan yang sama yaitu keris, seringkali melakukan pameran-pameran keris untuk kemudian memperdagangkannya. 

Tidak sedikit individu membeli keris untuk dikoleksi secara pribadi. Sebagian orang tertentu menjadikan keris sebagai bagian dari gaya hidup dan dikategorikan sebagai bawang mewah. Hal ini biasa terjadi pada masyarakat urban khususnya masyarakat Jawa perkotaan yang mengikuti arus retradisionalisasi gaya hidup mereka. 

Namun demikian, para kolektor keris tidak jarang menjadikan keris sebagai bahan alternatif. Sebilah keris tua dengan kondisi yang masih baik tentunya mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Keris tersebut sewaktu-waktu diperdagangkan kembali bila ditemukan adanya penawaran yang tinggi. (Endah Endrawati, 2015, hl.149)

Sekalipun sebagian keris masih dipercaya sebagai benda pusaka yang bertuah oleh beberapa kelompok, namun nilai ekonomi yang terkandung di dalamnya mampu menggeser hal tersebut sehingga menjadikan keris tak lebih dari bahan dagangan untuk meraup keuntungan. Persoalan paling mendasar di sini adalah mengembalikan makna keris sebagai pusaka yang dihormati dan mempunyai relasi dengan kehidupan sosial masyarakat untuk mengembangkan kebudayaan, khususnya di lingkup komoditas masyarakat itu sendiri. Bukan sebaliknya, yaitu dijadikan sebagai komoditas ekonomi masyarakat tertentu belaka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun