Mohon tunggu...
Ustadzi Hamzah
Ustadzi Hamzah Mohon Tunggu... Freelancer - Penggiat studi agama, peminat isu sosial-keagamaan, golek dalan supaya ndalan

Tinggal di Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berpancasila Jangan ala Kadarnya

1 Juni 2020   09:59 Diperbarui: 1 Juni 2020   10:18 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari ini, 1 Juni, merupakan Hari Lahirnya Pancasila karena pada tanggal inilah Pancasila dicetuskan sebagai dasar dan ideologi negara. Ada juga sebagian masyarakat Indonesia yang meyakini bahwa hari lahir Pancasila jatuh pada tanggal 18 Agustus karena pada tanggal ini rumusan Pancasila yang dicantumkan sebagai bagian dari Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 itu "diundangkan" pada tanggal 18 Agustus 1945, sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan. 

Tanggal berapa pun yang dipegangi, yang terpenting adalah posisi Pancasila itu sendiri sebagai dasar negara Indonesia yang sudah final dan solid. Tugas kita sekarang tinggal membumikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara sungguh-sungguh.

Kalau Anda dan kita ini adalah generasi yang lahir di bawah 1990-an pasti akan mengalami kegiatan Penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), atau yang akrab pada waktu itu disebut dengan Eka Prasetya Panca Karsa. 

Biasanya penataran ini dilakukan sebelum memasuki jenjang tertentu, seperti awal masuk sekolah SMP, SMA, Perguruan Tinggi, atau kegiatan periodik di kantor-kantor pemerintah, dan pembekalan bagi pamong desa. Bahkan, di kampung-kampung P4 kadang diterjemahkan dalam bahasa Jawa menjadi Pandom Pangrasuk lan Pangucap ing Pancasila yang menjadi semacam wejangan adi dari leluhur.

Sebagian orang mungkin akan mengatakan itu kan warisan Orde Baru, kita sekarang Orde Reformasi, atau Orde bla bla bla. Orde apa pun itu, kalau semangat yang diusung adalah menjadikan Pancasila sebagai ideologi dasar berbangsa dan bernegara yang solid, bukan kepentingan-kepentingan tertentu yang lain apakah harus dijauhi? Tantu tidak, bahkan harus didukung. Namun, jika semangat yang diusung selain kepentingan berbangsa dan bernegara, nah itu baru perlu diluruskan agar kembali ke esensinya.

Dulu, setiap siswa hafal betul setiap sila Pancasila, lambang-lambang persila, serta butir-butir setiap silanya. Tidak tahu, apakah siswa-siswa dan generasi muda, bahkan generasi tua sekarang hafal atau tidak. Apakah menghafal ini penting? Kan yang terpenting pelaksanaannya?

Memang benar, pelaksanaan yang terpenting, tapi mungkinkah pelaksanaan bisa berjalan tanpa mengenal lebih awal? Iseng-iseng saya pernah bertanya kepada sebagian anak-anak muda untuk menebak lambang-lambang persila dari Pancasila. Agak terkejut juga, ternyata sebagian mereka tidak lincah menyebutkannya, justru terbalik-balik. 

Untuk sila pertama saja, jawaban yang muncul tidak spontan, harus mikir dulu berulang-ulang. Boleh dikatakan bahwa "perkenalan" sebagian mereka dengan Pancasila kurang begitu akrab sehingga menghafal urutan lambang dari sila-sila Pancasila tidak fasih. 

Lha kalau lambangnya saja tidak tahu, apalagi butir-butirnya yang berjumlah 36 butir itu, apalagi sekarang berubah menjadi 45 butir. Sepertinya lembaga-lembaga survei nasional perlu mencoba melakukan survei secara luas biar tahu kondisi objektif perkenalan generasi muda terhadap Pancasila, mumpung sekarang ini momennya tepat.

Terus harus bagaimana?

Ya, kita sadar betul Pancasila adalah pondasi berbangsa dan bernegara, dan tugas kita menjadikannya sebagai konsensus bersama secara mendasar. Lalu, kita berkewajiban menerjemahkannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Jadi, kita harus memahami betul apa Pancasila itu.

Secara ideologis Pancasila telah selesai tanpa harus didiskusikan kembali. Akan tetapi, upaya pemahaman sebagai langkah awal mendalami nilai ideologinya masih belum diperhatikan. Pada level pemegang kebijakan pun belum mengoptimalkan program-program terpadu dalam menanamkan pemahaman Pancasila yang utuh dan berkelanjutan. Sementara yang ada hanya event sesaat atau sebatas deklarasi-deklarasi tertentu yang belum menyentuh dasar pemahaman.

Pada kurikulum setiap jenjang pendidikan hanya 2 jam perminggu (di perguruan tinggi hanya 2 SKS). Padahal hantaman nilai-nilai "ideologi" lain yang kurang "menyatu" dengan jiwa bangsa masuk ke alam bawah sadar generasi sekarang. Hantaman itu "ditayangkan" berbagai media lebih dari 2 jam setiap hari. 

Misalnya, tontonan drama tertentu, kehidupan publik figur tertentu, dan blowing up kehidupan glamor seseorang, atau impressing management  figur tertentu, dan lain sebagainya lebih menyatu ke dalam kesadaran mereka daripada pelajaran Pancasila di ruang kelas. Padahal, sebagian besar tayangan itu hanya mengajarkan kehidupan hedonistik dan jiwa silent majority (tidak peduli, alay, easy going) yang abai terhadap persoalan-persoalan bangsa yang lebih prinsipil.

Kita berharap, momen tahun ini menjadi titik balik kesadaran kita akan pentingnya Pancasila sebagai ideologi bernegara dan berbangsa. Kemudian, ke depan pemegang kebijakan perlu mengagendakan program-program khusus untuk memahamkan jiwa Pancasila dengan gaya yang akrab dengan generasi muda. Memang butuh waktu, namun jika tidak dimulai maka generasi bangsa ini kedepannya dalam berpancasila hanya ala kadarnya, tidak utuh dan tidak berkomitmen tinggi.

Generasi sekarang ini mungkin tidak sepenuhnya yang harus dijadikan sasaran tunjuk untuk "menanggung" beban dalam memahami Pancasila. Seluruh lapisan masyarakat, khususnya para pemimpin negeri ini, juga berkewajiban untuk memahaminya. Kenapa generasi muda yang ditonjolkan? Karena merekalah yang akan memimpin bangsa ini di masa yang akan datang. 

Oleh karena itu, mereka harus diperhatikan, dan para pemimpin negeri ini lah yang harus memberi perhatian serta contoh-keteladannya. Ironisnya, justru sebagian para pemimpin lah yang berpancasila ala kadarnya. Tidak perlu diberikan contoh-contohnya, karena semuanya bisa disaksikan dari berbagai sumber informasi.

Harapan kita ke depan, jiwa dan semangat Pancasila dapat menjadi acuan dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan bernegara secara utuh dan penuh komitmen oleh semua lapisan bangsa Indonesia tercinta ini. Semoga. Wallahu a'lam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun