Mohon tunggu...
Usniaty
Usniaty Mohon Tunggu... Jurnalis - Publisher

â–¡ Spesifikasi Komunikasi Massa, Publisher, Trampil menulis melalui berbagai flatform media, penulis, esai, sastra, artikel, dan penulis buku Ontologi Sastra Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pesan yang Terserak

20 Desember 2018   18:19 Diperbarui: 20 Desember 2018   20:45 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Pic: pinterest.com)

Mengingatlah Senantiasa, ibarat manusia yang diberikan kepala dan di dalam kepala itu ada akal kemudian kepala dihias  dengan diberikan pendengaran juga diberikan penglihatan dan konon kabarnya akal itu berada di atas tengkorak kepala paling atas, hal itu tentu karena saking tingginya nilai pemikiran atau akal kepada setiap manusia.

Sebagai manusia siapa sih kita ini yang terdiri dari seonggok daging, rangkaian ciptaan yang lunak dan mudah keropos Lapuk, namun manusia juga dikatakan sebagai khalifah di atas bumi ini

Suatu hari, anak perempuan kecil yang bernama Rendeng, berjalan menyusuri jalan yang berliku di Makale sebuah daerah di wilayah Tanah Toraja, jarak dari Palopo kurang lebih tujuh puluh sampai delapan puluh kilometer, pada saat itu kendaraan masih sangat sederhana, di mana Rendeng dan nenek berjalan-jalan sampai di Makale hanya naik mobil sampai di Makale kilo tujuh di tempat yang bernama Mengkendek. 

Sepanjang jalan Nenek bercerita memberikan pesan-pesan yang sangat berharga yang takkan pernah bisa terlupakan sampai saat ini, pada saat itu beliau menyampaikan bagaimana perasaan pada saat berjalan menyusuri hutan, sungai, dan pepohonan yang rindang, maka Rendeng menjawab "Rasanya sejuk dan nyaman tentram," Walaupun peluh mengucur karena menyusuri jalan sekitar tujuh kiloan lebih. Barulah sampai di tujuan, Nenek mengatakan bahwa dia senang karena Rendeng pada saat itu tidak banyak mengeluh.

Nenek mengatakan "Rendeng kamu nanti kalau sudah besar jangan pernah engkau menyusahkan orang tuamu, berikanlah segala kebaikan yang engkau punyai, dengan memuliakan kedua orang tuamu. Jangan pernah engkau memandang apakah mereka miskin atau kah mereka kaya jangan pernah engkau memandang apakah mereka jelek ataukah bagus, karena orang tua itu adalah keramat, orang tua itu lebih keramat daripada tempat yang paling keramat di dunia ini, yang selalu ditempati orang pergi untuk bersugih. 

Kau tahu itu Rendeng, semua yang engkau lakukan kepada orang tuamu, akan engkau pertanggungjawabkan dan juga engkau harus ingat bahwa Apabila semua yang engkau lakukan kepada kedua orang tuamu Itu tulus dan ikhlas, maka percayalah segala langkahmu segala yang ada di sekitarmu akan menjadi cahaya dan penunjuk jalan untuk mencapai cita-citamu, karena engkau tahu bahwa doa anak yang sholeh itu akan selalu dikabulkan, walaupun kedua orang tuamu sudah tidak ada. 

Engkau juga harus tahu Rendeng, bahwa kesalehan itu akan terbalaskan di dunia sampai di akhirat, begitu pula apabila kedurhakaan kepada orang tua, maka sudah banyak contohnya di depan mata, akan terhukum walaupun ia masih di dunia, apabila dosa-dosa yang lain saja menurut orang-orang alim ulama akan diperhitungkan di akhirat kelak, apabila belum ditaubati. 

Tetapi dosa kepada orang tua akan dinampakkan di depan mata dan di depan mata orang semua apabila belum termaafkan oleh orang tua.

Selanjutnya, Bagaimanakah cara untuk berbakti, ada suatu cara cucuku, " Ikutilah dengan senang hati dan ikhlas segala nasehat-nasehat orangtua yang baik, ahlaq kelakuan anak kepada orang tua  malaikat Allah -lah yang menuliskannya, dan Tuhanmu-lah yang menyaksikannya. 

Apakah janji seorang raja diraja di muka bumi ini engkau tidak mempercayainya ?  nah apa tah lagi apabila yang berjanji itu adalah Allah yang maha perkasa, Allah Yang Maha Kuasa, sungguh Takkan Pernah Ingkar Janji. 

Ada suatu realita, yang sampai kini masih menjadi Rahasianya. Tentang kisah seorang pemuda yang tinggal di dalam istana Intan Permata di dasar lautan, apakah itu sebuah dongeng? Tentu bagi kekuasaan Allah, hal itu tidak mustahil. Dia ditempatkan di tempat itu karena ia adalah pemuda yang sholeh dan ibunya mendoakan dia agar Allah memberinya sebuah tempat yang abadi yang indah, yang belum pernah diberikan pada manusia di zaman nya.

Maka bila terbesit dalam hati seorang insan untuk durhaka Ingatlah seberapa lamakah akan tinggal di bumi ini ? berapa jauhkah langkah yang akan kau langkahkan dengan kedurhakaan di bumi ini ? dan kemana akhir dari semua langkah tujuan hidup ini, tentu akan bertemu dengan Tuhan jua  kelak. Maka berhentilah! berhentilah!dengan kedurhakaan berhentilah dengan segala tingkah laku yang menyakiti hati kedua orang tua.

Sekata saja keluhan, maka teriris-iris berdarah-darah hati, dari orang tua dengan kesedihan yang sangat dalam, orangtua pun hnaya dapat berserah diri dengan doa-doa yang panjang itulah balasan dari satu kata saja keluhan anaknya.

Alkisah pula langkah kaki seorang anak yang menjunjung amanat nasihat pesan orang tua. 

Tak ada kata lelah dan penat, yang terbayang di hadapannya, adalah senyuman ayah dan bunda, yang terbayang di hadapannya adalah kebahagiaan orang tua, bagi anak itu, itu tidak ternilai dengan apapun, hingga sejauh kaki melangkah mencari apa yang namanya kebaikan, itulah buah dari nasehat orang tua, dijalaninya dengan penuh kesabaran, tentu di ujung semua itu sepenuh harap menantikan janji dari Tuhan,,,, bahwa  kedua orang tuanya pun akan diampuni,diberi anugrah-Nya apabila ia menjunjung tinggi amanah orang tua.

Kakinya Melangkah dengan mantap dan gagah, perasaannya bercampur baur antara harapan,cemas, air mata, dan senyuman....ya ..ia merindukan senyuman kebahagiaan orang tuanya. 

Tak pernah memperdulikan bahwa di dalam perjalanan tak ada rupiah, tak ada harta, tak ada pakaian yang indah, yang ada saja hanya kekuatan doa dan cita-cita. Tidak dapat terbayangkan bagaimana lamanya waktu..bagaimana pedihnya penderitaan untuk meraih cita-cita, yang penting tujuannya tercapai yakni membahagiakan kedua orang tua.

Merendeng terheran-heran melihat kawan-kawannya, entah bagaimana hingga sampai tega membuat cemas orang tuanya, sampai tega memberdaya orang tua dengan dengan menjauhi dan membuang ke tempat sampah segala nasihat dan keinginan orang tuanya. Yang dipenuhi adalah kemauannya, keegoisannya, kesenangannya saja, dan membuat kedua orang tuanya termangu-mangu terpaksa mengikuti keinginannya.

Satu kisah lagi teman yang bernama Jana, yang tinggal di tepian pasar sungai Dama Samarinda. Iya berseteru dengan orang tuanya, hanya karena tidak dibelikan kendaraan motor untuk sekolah. 

Rendeng memandang kearah sepatunya....yang hanya satu-satunya, yang pada saat akan berangkat ke Samarinda, sepatu itu diberikan oleh ibunya, sepatu yang hanya terbuat dari karet mentah dan harganya pun tidak seberapa, namun terlihat begitu cantik di kakinya menemaninya berjalan untuk mencari pekerjaan, Rendeng menghela nafas perlahan...." Tuhanku terima kasih atas anugerah perasaan berbakti ini, mungkin inilah permata yang sangat berharga  bagiku..." dan Rendeng pun mendoakan temannya itu... semoga mendapatkan hidayah.

Itulah rangkaian bias pesan berharga dari Nenek,  berbaur dengan kata hati Marendeng,  yang tak terlupakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun