Mohon tunggu...
Usniaty
Usniaty Mohon Tunggu... Jurnalis - Publisher

â–¡ Spesifikasi Komunikasi Massa, Publisher, Trampil menulis melalui berbagai flatform media, penulis, esai, sastra, artikel, dan penulis buku Ontologi Sastra Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pesan yang Terserak

20 Desember 2018   18:19 Diperbarui: 20 Desember 2018   20:45 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Pic: pinterest.com)

Maka bila terbesit dalam hati seorang insan untuk durhaka Ingatlah seberapa lamakah akan tinggal di bumi ini ? berapa jauhkah langkah yang akan kau langkahkan dengan kedurhakaan di bumi ini ? dan kemana akhir dari semua langkah tujuan hidup ini, tentu akan bertemu dengan Tuhan jua  kelak. Maka berhentilah! berhentilah!dengan kedurhakaan berhentilah dengan segala tingkah laku yang menyakiti hati kedua orang tua.

Sekata saja keluhan, maka teriris-iris berdarah-darah hati, dari orang tua dengan kesedihan yang sangat dalam, orangtua pun hnaya dapat berserah diri dengan doa-doa yang panjang itulah balasan dari satu kata saja keluhan anaknya.

Alkisah pula langkah kaki seorang anak yang menjunjung amanat nasihat pesan orang tua. 

Tak ada kata lelah dan penat, yang terbayang di hadapannya, adalah senyuman ayah dan bunda, yang terbayang di hadapannya adalah kebahagiaan orang tua, bagi anak itu, itu tidak ternilai dengan apapun, hingga sejauh kaki melangkah mencari apa yang namanya kebaikan, itulah buah dari nasehat orang tua, dijalaninya dengan penuh kesabaran, tentu di ujung semua itu sepenuh harap menantikan janji dari Tuhan,,,, bahwa  kedua orang tuanya pun akan diampuni,diberi anugrah-Nya apabila ia menjunjung tinggi amanah orang tua.

Kakinya Melangkah dengan mantap dan gagah, perasaannya bercampur baur antara harapan,cemas, air mata, dan senyuman....ya ..ia merindukan senyuman kebahagiaan orang tuanya. 

Tak pernah memperdulikan bahwa di dalam perjalanan tak ada rupiah, tak ada harta, tak ada pakaian yang indah, yang ada saja hanya kekuatan doa dan cita-cita. Tidak dapat terbayangkan bagaimana lamanya waktu..bagaimana pedihnya penderitaan untuk meraih cita-cita, yang penting tujuannya tercapai yakni membahagiakan kedua orang tua.

Merendeng terheran-heran melihat kawan-kawannya, entah bagaimana hingga sampai tega membuat cemas orang tuanya, sampai tega memberdaya orang tua dengan dengan menjauhi dan membuang ke tempat sampah segala nasihat dan keinginan orang tuanya. Yang dipenuhi adalah kemauannya, keegoisannya, kesenangannya saja, dan membuat kedua orang tuanya termangu-mangu terpaksa mengikuti keinginannya.

Satu kisah lagi teman yang bernama Jana, yang tinggal di tepian pasar sungai Dama Samarinda. Iya berseteru dengan orang tuanya, hanya karena tidak dibelikan kendaraan motor untuk sekolah. 

Rendeng memandang kearah sepatunya....yang hanya satu-satunya, yang pada saat akan berangkat ke Samarinda, sepatu itu diberikan oleh ibunya, sepatu yang hanya terbuat dari karet mentah dan harganya pun tidak seberapa, namun terlihat begitu cantik di kakinya menemaninya berjalan untuk mencari pekerjaan, Rendeng menghela nafas perlahan...." Tuhanku terima kasih atas anugerah perasaan berbakti ini, mungkin inilah permata yang sangat berharga  bagiku..." dan Rendeng pun mendoakan temannya itu... semoga mendapatkan hidayah.

Itulah rangkaian bias pesan berharga dari Nenek,  berbaur dengan kata hati Marendeng,  yang tak terlupakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun