Jameela memanggilnya sembari melambai. "Abdi!"
Abdi melangkah pelan seraya menunduk. Ia sampai lupa mencuci wajahnya karena Jameela.
"Maafkan aku, Abdi. Aku berjanji akan menemuimu."
Bocah nakal itu kini tertunduk lesu dengan wajah lusuh."Aku takut." cicitnya.
"Kenapa?"
"Kau berbohong! Harusnya kau pergi seminggu lagi."
"Maaf, aku juga tidak tahu. Ibu berkata kemarin malam selepas kita bermain."
Abdi tiba-tiba memeluk Jameela erat. Ia menangis sesenggukan merasa kehilangan. Jameela menenangkan sahabatnya ini.
"Jangan menangis. Kamu kan ingin menjadi pangeran untukku. Apa kamu lupa?"
Tentu saja tidak! Sampai Abdi berusia 23 tahun ia tetap menjadi pangeran Jameela. Kini Abdi telah tumbuh menjadi pria dewasa yang tampan dan bersih, tubuhnya terawat dengan baik. Dan saat ini ia menempuh pendidikan Strata dua nya di kota.
Di satu sisi seorang wanita hamil mengelusi perutnya yang sedikit membuncit. Ia membelai hiasan kepala yang telah layu dan kering, sangat jelek namun penuh makna di dalamnya. Ia memilin cincin pernikahannya  yang berusia satu tahun itu.Â