"Sabar dulu Wir. Biarkan saja kalau begitu. Barangkali dia sedang puber kedua. Tunggu saja sampai gejolak pubernya reda."
"Perempuan brengsek!"
"Maafkan aku Wir tidak bisa berbuat apa-apa untuk membantumu. Kau tahu sendiri keadaanku. Kita laki-laki ini memang harus tetap waspada terhadap berbagai kemungkinan yang kita kira tidak mungkin. Seperti istrimu itu, kukira istri salehah, tapi kalau sudah seperti itu entah lenyap ke mana kasalehahannya. Begini Wir .....eeee.. tapi .... Sudahlah, tenangkan saja dirimu. Jaga kesehatanmu. Jangan telat makan." Mulyadi urung bicara lebih jauh. Dia ingin mengatakan bahwa sebagai suami Wirya juga perlu berintrospeksi. Namun dia khawatir Wirya belum siap menerima sarannya. Â Â
***
Majelis taklim pekanan setiap Kamis di kediaman Ustadzah Khofifah dan majelis taklim bulanan keluarga besar setiap hari Ahad pekan pertama di rumah orang tua Wirya selalu tanpa kehadiran Sumarti. Dari situ pula kabar tentang Sumarti menyebar hingga ke seluruh penjuru kampung. Perilaku Sumarti yang terbilang aneh dan kurang waras menjadi buah bibir banyak orang.
Bagi Wirya, sahabatnya hanya Mulyadi yang enak diajak bicaranya dan mau memahami persoalan yang sedang dihadapinya. Â Â
 "Kau tahu yang begitu namanya apa? Lesbi. Kalau si perempuan tomboy itu suka juga dengan laki-laki berarti biseksual. Punya kelainan. Dilaknat oleh Allah subhanahuwataala. Aku sudah minta bantuan ustaz Zufri agar si Sumarti sadar tapi tidak bisa, katanya sulit, sudah terlampau jauh. Mungkin mejiknya terlalu kuat, main dukun dia sehingga istriku sudah lupa diri. Bayangkan, dengan anak yang masih kecil di rumah dia tidak peduli. Disarankannya aku bertawakal. Sudah hampir delapan bulan ini. Istriku itu korban kedua, kalau si binal itu sudah bosan pasti ditinggalkan seperti perempuan sebelumnya. Tidak kusangka, dua puluh tahun kami berumah tangga, endingnya begini, gila."
"Aku turut prihatin. Terus apa rencanamu selanjutnya?"
"Terpaksa harus aku ceraikan. Harga dirilah. Kita ini laki-laki Mul, masih banyak perempuan baik-baik yang bersedia jadi istri setia asalkan ada ongkosnya.Tapi ini masalahnya anak Mul. Anakku masih membutuhkan ibunya. Menurutmu aku harus bagaimana Mul?"
"Sabar saja dulu. Ini cobaan. Badai pasti berlalu."
Ponselnya berdering, seseorang meneleponnya. "Sedang berada di kediaman Mulyadi ada perlu sedikit....... Hahahahaha, yang kemarin malam itu cuma teman biasa...... Betul janda. Anak dua........ Ya pasti cantiklah. Kalau gak cantik tak mau aku mengajaknya makan...... Kalau kamu mau ambil saja hahahaha.... Pasti kamu takut istri yah....... Kamu kerja saja yang baiklah..... Jaga baik-baik istrimu, jangan sampai seperti istriku, kepincut perempuan tomboy sampai sekarang belum juga sadar...... Soal mobil yang beberapa hari lalu, pemiliknya pasang harga satu enam lima. Coba cek lagi, kalau masih ada tawar seratus dua puluh..... Hah, sudah laku? .....Ya sudah kalau begitu. Bukan rezeki kita." Wirya menutup ponselnya.