Mohon tunggu...
USMAN HERMAWAN
USMAN HERMAWAN Mohon Tunggu... Guru - Belajar untuk menjadi bagian dari penyebar kebaikan

BEKAS ORANG GANTENG, Tangerang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta yang Tertahan: Jangan Tanya Kapan Kawin

14 Oktober 2023   10:17 Diperbarui: 14 Oktober 2023   10:30 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau ditanya kenapa aku tidak pernah punya pacar? Selain tampangku pas-pasan juga mungkin karena aku lebih sibuk dengan buku-buku bacaan. Kebiasaan sejak SMA terbawa hingga aku jadi mahasiswa di perguruan tinggi negeri.  Dengan segala keterbatasan dan mungkin sedikit kelebihan pada diriku aku yakin bercita-cita menjadi guru.

Kini hidup di perantauan dan menjadi guru honor aku terus berjibaku dengan kekurangan uang. Setiap bulan, sebagian gajiku yang tak seberapa harus aku kirim untuk biaya kuliah adikku. Andai saja keadaan berkecukupan bapak dan ibu tidak berharap bantuan dari aku. Sebenarnya untuk biaya hidup sendiri dan membayar kontrakan gajiku bisa aku cukup-cukupkan. Namun aku masih bersyukur karena bisa membantu meringkan beban orang tua. Kondisi seperti itu berimbas kepada jalinan cintaku dengan Vidia.

Gerimis malam Minggu mengiringi keberangkatanku ke kediaman Vidia di kompleks perumahan Harapan Kita. Tak seperti biasa, sikapnya dingin, sedingin udara malam itu. Basa-basiku tak berhasil mencairkan kebekuan suasana. Seolah dia tak sudi menerima kehadiranku. Aku salah tingkah.

"Apa yang ingin kau katakan, katakanlah!" tegasku.

Dia enggan bicara.

"Sebutlah satu kesalahanku."

"Capek."

Aku diam, berusaha memahami keadaannya. "Aku juga capek kalau kau diam."

Emosinya terpancing, nada bicaranya meninggi. "He Mas, kau tahu berapa usiaku bukan, dan berapa usiamu? Bukan remaja lagi. Bukan waktunya bermain-main. Penjajakan kita sudah cukup. Menunggu sampai jadi pegawai negeri, sampai kapan. Teman-teman seusiaku di kampung sudah punya anak dua. Ketika orang-orang bertanya kapan kawin, aku sebel Mas, sebel. Rasanya jatuh harga diriku!"

Kendati dia berusaha menunjukkan kemarahan tapi aku melihatnya seperti sedang minta dimanja. Vidia memang menggemaskan. Beruntunglah aku dapat melunakkan hatinya. Sejujurnya, aku pun ingin segera menikahinya. "Terus..."

"Kamu tidak berniat serius."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun