Mohon tunggu...
USMAN HERMAWAN
USMAN HERMAWAN Mohon Tunggu... Guru - Belajar untuk menjadi bagian dari penyebar kebaikan

BEKAS ORANG GANTENG, Tangerang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Yang Terlupakan

19 Juli 2018   07:39 Diperbarui: 19 Juli 2018   08:24 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kimung mana lagi! Cuma ada satu nama Kimung. Yang lain ada juga Kim Eng anggota keluarga Babah Ong."

Mereka yang menyimak kabar itu pun penasaran, apakah gerangan penyebabnya? Setiap waktu mereka, termasuk sebagian besar teman SD-nya, pasang kuping untuk mengetahui kabar keberadaan Si Kimung.

Tahun terus berganti. Banyak informasi yang beredar tentang Si Kimung, dari mulai Si Kimung gagal ngelmu, Si Kimung stres, Si Kimung kalap, Si Kimung ditinggalkan istrinya, dan  keinginan keluarganya berobat ke rumah sakit jiwa setelah beragam pengobatan alternatif tak membuahkan hasil.

Kemunculan Si Kimung di Kampung Angin dalam tahun 1990 membuktikan bahwa dia benar-benar gila, menderita sakit jiwa. Penampilannya benar-benar layak disebut sebagai orang gila, yakni kumuh, kotor, dan mungkin menjijikan bagi sebagian orang. Rambutnya ikal gondrong. Peci hitam kemerahan yang tak layak dikenakan orang waras setiap saat melekat di kepalanya. Ekspresinya mengesankan seolah sedang memikirkan sesuatu. Matanya nyalang ketika seseorang iseng mengusiknya.  Namun sepanjang tidak diganggu dia tidak galak. Dia telah jinak. Tenaganya tidak sekuat ketika awal-awal dia menderita gangguan jiwa.

Bagi saudara-saudaranya hal itu menjadi aib. Rasa malu tak tertanggungkan, meskipun pada akhirnya berujung dengan kepasrahan dan sikap masa bodoh. Dibiarkannya Si Kimung menggelandang begitu saja. Sebagian tokoh masyarakat Kampung Angin  menilai bahwa sakit jiwanya tidak mungkin bisa disembuhkan. Kronis dan permanen.  Ibunya tutup usia, sedangkan bapaknya kawin lagi. Beberapa tahun kemudian bapaknya tutup usia. Keadaan Si Kimung masih tetap gila.

"Saya bilang juga apa?!" cetus Abah Opak, seorang tokoh masyarakat Kampung Angin menguatkan pendapatnya dalam suatu forum taklim. "Itu sudah ketentuan dari sananya. Si Kimung itu sebagai  pengganti, pengganti Si Sarmidi yang sudah jadi tanah. Lebih dari separuh masa hidupnya Si Sarmidi mengidap sakit jiwa. Konon akibat terkena tulah karena mambakar jimat miliknya. Memang suratannya bahwa di kampung kita harus ada orang yang seperti itu, sebagai penyeimbang, sebagai pembeda antara orang waras dan tidak. Kita bisa bercermin pada Si Kimung. Kita yang waras tidak boleh berlaku seperti orang yang tak waras."

Beberapa orang yang tidak sependapat  saling lirik.

Seakan Si  Kimung tengah menjalani takdirnya, sehingga siapa pun tak merasa perlu lagi berikhtiar bagi kesembuhannya. Pernah suatu ketika, Sanusi, seorang ketua RT yang baru terpilih mengajukan gagasan yang disebutnya Program Peduli Si Kimung di forum pertemuan warga. Dia mengajak warga untuk membantu Si Kimung berobat ke Rumah Sakit Jiwa di Grogol. Namun tak seorang pun yang merespon  positif dan mau bekerjasama. Yang ada justru ketua RT baru itu dicap sebagai calon orang gila baru. Dia pun tak sanggup melawan arus.   

Kehadiran Si Kimung di mana saja dalam wilayah Kampung Angin tidak dianggap penting untuk diberi perhatian, bahkan kaum kerabatnya tak lagi peduli. Hal itu berlangsung lebih dari delapan tahun hingga kemudian Si Kimung menghilang secara misterius. Ya, Si Kimung menghilang. Tak ada yang tahu arah perginya. Menurut kesaksian warga, bakda zuhur Si Kimung terlihat tengah berkemas-kemas di balai warga. Selebihnya tak ada yang tahu.

Ketika itu malam Jumat. Suara orang mengaji di speker masjid berakhir sekitar pukul dua puluh satu. Hujan yang turun sejak sore menyisakan gerimis halus hingga tengah malam. Udara dingin. Lalu lalang kendaraan di semua jalan kampung tidak seperti biasanya. Sepi. Sepertinya tak ada pertandingan sepak bola di televisi yang mengharuskan orang begadang hingga dinihari.

Pagi harinya, terjadi peristiwa yang mencengangkan. Sembilan ekor kambing milik Mardali dijagal maling di kandangnya. Yang tersisa hanya kepala, kaki, kulit, dan jeroan. Dagingnya raib. Aneh. Warga lain yang menyaksikan terheran-heran. Mereka bertanya-tanya, bagaimana bisa sembilan ekor kambing disembelih tanpa terdengar suaranya. Diduga hal itu hanya bisa dilakukan oleh orang yang sangat ahli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun