Surti mengangguk gembira.
"Aduh!" Aku menepuk kening. "Bodoh kamu. Itu pasti penipuan!"
"Tidak mungkinlah, Bapak. Duitnya sudah dikirim kok! Pak Haji Sueb yang menelepon aku janji mobilnya akan segera dikirim."
"Bohong itu!"
"Iiiiih, Bapak tidak percaya!"
"Ampun, Buuuuuuu anakmu ini!"
Istriku malah membela. "Sabar Pak, siapa tahu mobilnya sedang dalam perjalanan."
"Dalam perjalana ke Hongkong?! Kalian ini bagaimana?!"
Aku gemas, kesal, bercampur kecewa. Sampai malam, pagi, sore lagi, dan lusa tak ada orang yang datang membawakan hadiah mobil yang dinantikan anakku. Yang datang justru adikku dari kampung mau meminjam duit lima belas juta, katanya untuk berobat istrinya yang menderita penyakit kudis.
"Penyakit kudis kok mahal amat biaya pengobatannya. Bukankah cukup dengan obat penyakit kulit yang harganya lima belas ribuan?"
"Maklumlah, dia manja sekali. Dia punya keinginan yang harus segera dipenuhi. Kalau penyakit kudisnya sembuh dia minta dibelikan sepeda motor baru. Sekarang kudisnya hampir sembuh."