Mohon tunggu...
Usman elQurtuby
Usman elQurtuby Mohon Tunggu... Lainnya - Kreator dan Pecinta Seni

Publishing Creatif and Inovatif

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pendidikan Islam Kontekstual bagi Gen Z: Sebuah Solusi Masalah Kesehatan Mental Masa Kini

4 Desember 2023   11:12 Diperbarui: 4 Desember 2023   11:23 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada asumsi yang cukup luas bahwa generasi masa kini dianggap "kurang tangguh" jika dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya. Asumsi ini menjadi lebih jelas ketika banyak studi yang melaporkan bahwa generasi z memiliki kondisi mental yang lebih lemah dari generasi sebelumnya. Misalnya data dari McKinsey Health Institute yang menyatakan bahwa banyak responden Gen Z---seluruh dunia---yang melaporkan kesehatan mental, sosial, dan spiritual yang buruk (Salsabila, 2023).

Masalah kesehatan mental ini juga menjadi isu yang paling banyak dibincangkan dunia. Ipsos Global sebagaimana dikutip Databoks melaporkan bahwa di tahun 2023 ini, riset menunjukkan sebanyak 44% responden dari 31 negara menilai bahwa kesehatan mental menjadi isu masalah kesehatan yang paling dikhawatirkan (Muhammad, 2023). Di Indonesia sendiri, tulisan Ahmad Arif di kolom Kompas menyatakan bahwa persoalan kesehatan mental banyak menghantui Gen Z Indonesia, mulai dari kasus ODGJ hingga kondisi down mental yang memantik perilaku bunuh diri (Arif, 2023).

Persoalan ini tentu saja menjadi pekerjaan besar bagi pemerintah Indonesia dan seluruh elemen bangsa, terlebih bagi dunia pendidikan. Demikian karena Gen Z saat ini rata-rata berusia remaja hingga remaja beranjak dewasa yang tentu saja sedang mengenyam bangku pendidikan di sekolah. Oleh karenanya, sekolah---dalam konteks ini---memiliki peranan vital dalam menganalisis bagaimana sebetulnya proses pendidikan yang tepat agar isu kesehatan mental ini dapat dipahami, sehingga berimplikasi pada terbentuknya mental tangguh pada siswa.

Terlebih lagi bagi pendidikan Islam, kesehatan mental ini tentu saja seharusnya menjadi salah satu isu sentral yang perlu didiskusikan. Bagi pendidikan Islam, kesehatan mental ini menjadi semacam dua moncong senjata yang sedang ditodongkan di muka. Satu menyerang bagaimana sebetulnya eksistensi pendidikan Islam, satu lagi menyerang eksistensi ajaran dan nilai Islam itu sendiri yang secara "konsep"-nya senantiasa menjadi solusi bagi setiap permasalahan umat.

Dwiproblem Pendidikan Islam Masa Kini

Sebagai wadah dan bagian dari aspek dakwah Islam, pendidikan Islam menjadi salah satu garda terdepan dalam menyikapi setiap persoalan umat. Isu kesehatan mental saat ini tentu saja perlu menjadi concern utama bagi pendidikan Islam. Sebab bagaimanapun juga, untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang dapat mencerdaskan bangsa dan membentuk akhlak mulia perlu dilandasi dengan kesehatan siswa baik tubuhnya maupun jiwa dan mentalnya.

Kesehatan mental adalah suatu keadaan emosional dan psikologis yang baik, sehingga individu dapat memanfaatkan kemampuan kognisi dan emosi secara stabil (Yusuf, et.al, 2022). Kesehatan mental juga merupakan kondisi seseorang yang menyadari kemampuannya sendiri, mampu mengatasi tekanan hidup yang normal, dapat bekerja secara produktif dan dapat berkontribusi terhadap lingkungan sosialnya (Tyora, 2021). Artinya, kondisi mental yang sehat atau tangguh secara personal sangat dibutuhkan bagi setiap individu karena akan berimplikasi terhadap kesuksesannya secara personal dan kontribusi bagi lainnya.

Dengan demikian, masalah gangguan kesehatan mental ini memiliki korelasi juga terhadap masalah pengembangan diri siswa. Ketika mentalnya terbangun dengan baik, siswa memiliki potensi untuk lebih baik dalam pengembangan dirinya. Sebaliknya, jika mentalnya buruk maka buruk pula potensinya untuk mengembangkan diri. Oleh karena itu, dalam konteks ini pula pendidikan Islam memiliki tanggung jawab lebih sebab sebagaimana definisi Abdurrahman Al-Nahlawi  yang menyatakan bahwa pendidikan dimaknai sebagai usaha pengembangan seluruh potensi manusia, yakni dengan mengarahkan seluruh fitrah dan potensi menuju kesempurnaan (al-insan al-kamil) (Al-Nahlawi, 1979).

Dalam konteks ini, pendidikan Islam memiliki peran penting sebagai promotor aktif dalam upaya preventif terhadap persoalan kesehatan mental. Terlepas dari isu mental health ini yang acap kali dijadikan tameng "nir produktivitas"---leha-leha, malas-malasan dan sejenisnya, remaja dengan segala problematika eksistensialnya perlu ditemani dan diarahkan. Pada posisi inilah pendidikan Islam perlu hadir secara proaktif, sistem pendidikan perlu meng-cover segala kebutuhan upaya mewujudkan Gen Z yang mentalnya sehat dan mampu mengembangkan dan menyesuaikan diri di tengah kemajuan zaman yang begitu cepat ini.

Pendidikan Islam Bagi Gen Z: Revitalisasi dan Kontekstualisasi

Jika ditelaah dari penyebab gangguan mental ini terjadi, salah satu aspek yang paling banyak mempengaruhi adalah problem eksistensial Gen Z. Mereka butuh didengar, butuh arahan, butuh bimbingan, butuh tempat bersandar dan pulang dari segala macam permasalahannya. Dalam hal ini, Islam sebagai agama yang juga sangat concern terhadap masalah jiwa dan ruhani memiliki peranan potensial. Islam seharusnya dapat menjadi landasan serta arah hidup setiap individu Gen Z, pun menjadi tempat bersandar dari segala persoalan.

Demikian pula berarti bahwa jika agama Islam cenderung "gagal" menjadi way of life Gen Z maka ini merupakan kegagalan dari proses pendidikan Islam---sebagai jalan memahami Islam. Kegagalan ini jika merujuk tesis Abuddin Nata pada dasarnya terletak pada pergeseran nilai pendidikan Islam dan kekeliruan dalam proses pembelajarannya. Nata menyinggung bahwa seharusnya pembelajaran agama Islam hendaknya tidak hanya berhenti pada ranah kognitif saja yang kering nuansa ruhaninya, melainkan ditekankan pada pemahaman, penghayatan dan pengamalan (Nata, 2022).

Untuk mewujudkan pembelajaran tersebut, salah satu model yang relevan adalah pembelajaran kontekstual. Model kontekstual ini perlu diterapkan pada setiap mata pelajaran keislaman. Tujuannya adalah agar siswa lebih memahami ajaran agama Islam karena penjelasannya lebih mengena dan dekat dengan kehidupannya. Artinya, ajaran Islam tidak hanya berhenti secara dogmatis saja, namun juga dapat dihayati secara alami. Akhirnya, siswa---dalam hal ini Gen Z---akan melihat bagaimana sejatinya Islam itu dekat dan menjadi solusi bagi setiap persoalannya.

Adapun sebagai langkah pencegahan aktif dan berkelanjutan, penulis melihat setidaknya ada dua hal yang perlu dilakukan pendidikan Islam. Pertama, optimalisasi layanan kesehatan mental berbasis madrasah. Upaya ini berarti bahwa lembaga pendidikan Islam, khususnya madrasah, perlu menghadirkan layanan yang secara aktif siap dan tanggap dalam memitigasi persoalan kesehatan mental. Artinya, dalam hal ini guru Agama Islam dan guru Bimbingan Konseling (BK) memegang peranan penting. Keduanya perlu bersinergi dalam menjalankan segala proses layanan kesehatan mental.

Kedua, optimalisasi peran medsos sebagai sarana pendidikan Islam. Upaya ini merupakan bagian dari mengisi kekosongan nilai dan ajaran Islam di media sosial. Pentingnya upaya ini mengingat pengguna medsos mayoritas adalah Gen Z, pun menjadi salah satu sebab utama maraknya gangguan mental pada Gen Z karena arus cepat informasi dan ketidakbijakan dalam pemanfaatannya (Yusuf, et.al, 2022). Oleh karena itu, optimalisasi medsos ini menjadi misi penting bagi segenap pengelola pendidikan Islam di Indonesia.

Pada akhirnya, penulis meyakini bahwa Islam adalah solusi dari setiap persoalan. Demikian sebagaimana ungkapan Zakiah Darajat (1967) bahwa satu-satunya cara mitigasi persoalan moral dan mental zaman ini adalah dengan merevitalisasi atau meresapi kembali setiap tuntunan agama. Betapa pentingnya cahaya agama bagi ruhani yang menjadi lentera penerang untuk mengembalikan ketenangan jiwa (al-nafs al-muthmainnah). Ajaran Islam senantiasa relevan, pendidikan Islam juga seharusnya demikian. Wallahu a'lam. []

Referensi

Al-Nahlawi, A. (1979). Ushul al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Asalibiha. Damaskus: Dar al-Fikr.

Arif, A. (2023, Juli 10). Humaniora. Retrieved from Kompas: https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/07/09/krisis-kesehatan-mental-menghantui-generasi-z-indonesia

Darajad, Z. (1967). Peranan Agama dalam Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung.

Muhammad, N. (2023, Oktober 5). Kesehatan Mental, Masalah Kesehatan yang Paling Dikhawatirkan Warga Dunia 2023. Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia.

Nata, A. (2022). Membangun Pendidikan Islam yang Unggul dan Berdaya Saing Tinggi: Analisis Kebijakan dan Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana.

Salsabila, R. (2023, Agustus 14). Alasan Utama Gen Z Rentan Terkena Masalah Mental Menurut Studi. Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia.

Tyora, F. (2021). Pengaruh Cyberbullying Di Media Sosial Terhadap Kesehatan Mental. Jurnal Penelitian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 1(8), 1-12.

Yusuf, M., Rahmadani, A. L., Lestari, Y., & Kurniawan, D. S. (2022). Urgensi Pendidikan Islam dalam Menjaga Kesehatan Remaja di Lingkungan Sekolah pada Era Media Sosial. IQ Jurnal Pendidikan Islam, 5(1), 1-17.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun