Mohon tunggu...
Usman D. Ganggang
Usman D. Ganggang Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan penulis

Berawal dari cerita, selanjutnya aku menulis tentang sesuatu, iya akhirnya tercipta sebuah simpulan, menulis adalah roh menuntaskan masalah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ada Apa di Balik “Banjir Air Mata Adinda”?

10 Februari 2016   18:42 Diperbarui: 10 Februari 2016   18:53 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Usman D.Ganggang *)

BERBAGAI bentuk motivasi orang dalam kreatif berpuisi dan memuisi. Tapi yang jelas, Semuanya berusaha untuk mempersoalkan sesuatu. Sebagai penikmat, paling kurang, menggali persoalan itu dengan berbagai upaya. Salah satunya dengan menghadirkan tanya. Sekedar contoh, Sdr. Sarujin bin Abdurrahman dalam “Banjir Air Mata”; Eduard Sateng dalam “Sebentuk Doa”; dan Ferdin Sorang T dalam “Adinda”, sudah pasti memilki motivasi tersendiri. Iya, di dalamnya ada persoalan, seperti pada “banjir Air Mata” ada korelasi sebab – akibat; ada kebutuhan pada “Sebentuk Doa” ; dan ada sebuah kerinduan teramat dalam pada “Adinda”. Iya kita dirangsang untuk bertanya – jawab: “Mengapa ada banjir air mata? Mengapa menghadirkan sebentuk doa? Lalu, ada apa dengan Adinda?”

So, pasti kita menduga isinya serta pesan yang dititipkan. Tentu untuk memahaminya dibutuhkan strategi, sebagai langkah praktis untuk memahami tema dan pesannya, salah satunya dengan menghadirkan tanya tadi, misalnya, ”Ada apa dengan Adinda?” Jelasnya untuk memahami sebuah puisi bisa dicermati melalui pertanyaan. Kata orang bijak, “Semakin banyak pertanyaan demi penafsiran terhadap sebuah puisi, semakin baik isi puisi itu. Apalagi kalau ada yang berbeda pendapat, maka semakin baik puisi yang ditampilkan penyairnya.semakin terseretlah penikmat ke dalamnya. Mengapa terseret? Jelas, lantaran pengekspresian puisi tersebut telah menggugah rasa para penikmatnya.

“Penggugahan yang bagaimana?” tanya kita tentunya. Iya. dengan mengacu pada pengertian puisi, pasti terjawab. Ingat kata akhli sastra, puisi adalah puisi. Tapi kalau diberikan wacananya, maka tepat yang dikatakan H B.Jasin si kritikus sastra itu. “Puisi tidak dapat dipahami kalau belum ada wacananya/teksnya. Maka teks itu perlu ada baru kita memahami pengertian puisi. Puisi adalah ungkapan perasaan dan pikiran seseorang yang diekpresikan dengan indah. Puisi adalah pertemuan atau peleburan antara dunia dalam manusia dengan dunia dalam benda – benda alam terhadirkan dalam percintaan, kematian, kegembiraan, kesedihan dan segala keadaan. Puisi adalah persatu – paduan antara subjek (diri si penyair) dengan objek (idea, suasanan, tema, alur,dll). Selain itu, puisi adalah kreasi dari proses pengalaman, penghayatan, dan pengolahan lewat medium kata. Dan puisi yang baik adalah puisi yang memberi ruang kepada pembaca untuk bertanya, terutama untuk menemukan apa yang ada di balik yang tersurat, dan di balik yang tersirat sampai kita terseret ke dalamnya.

Kembali ke soal pertanyaan, seperti disinggung di awal tadi, bahwa sebuah pertanyaan dapat membantu kita sebagai penikmat . Pertanyaan yang kita hadirkan, selain melalui judul juga, boleh melalui terlebih dahulu membaca teksnya. Kalau didahului dengan mencermati isi teks, maka harapannya, sejumlah pertanyaan tentu kita hadirkan. Misalnya terkait dengan “Banjir Air Mata”, karya Serujin, maka boleh kita bertanya,” Mengapa terjadi banjir, sehingga menelan korban?”. Berikutnya,” Benarkah reboisasi hanya kicauan burung?” Haem… yang tersembunyi seperti ,” Apa yang menggenangi laci – laci meja?

Begitupun ketika berhadapan dengan puisi “Sebentuk Doa” karya Sdr.Eduard Sateng, kita akan menghadirkan tanya,” Di kaki siapakah “aku – lirik “(aku yang diceritakan) mengadu?” Mengapa ‘aku – lirik’ gelisah sampai pada akhirnya memeluk-MU ?” Mengapa –MU digambarkan dengan huruf kapital? Selanjunya, ketika berhadapan dengan puisi “Adinda”. Kita akan bertanya, “Mengapa ‘aku – lirik’(aku yang diceritakan) bangun persis tengah malam?” Adakah yang perlu dikabarkan kepada Adinda?” “Siapa sih Adinda itu?” Apakah adinda seketurunan atau adinda tercinta sebagai tulang rusuk?”. Iya, semakin banyak kita hadirkan pertanyaan, akan semakin mudahlah kita temukan pesan di balik yang tersurat. Tetapi tentu ada persyaratannya, yaitu penikmat (pembaca) berusaha menjawab semua pertanyaan yang telah diajukan di atas tadi. Jika ini, diproses dengan cermat, mengapa kita tidak bisa menemukan pesan tersebut?

Dengan menghadirkan sejumlah pertanyaan tersebut, dapat dipastikan bahwa tema puisi, amanat puisi, dan nilai lainnya, pasti akan terjawab. Dan tentu saja, semuanya berawal dari bagaimana jawaban kita terhadap pertanyaan yang diungkapkan di atas. Nah, sekarang, apa tema(permasalahan yang diangkat untuk diungkit ke permukaan) dan apa amanat (pesan) yang disampaikan penyairnya dalam puisi – puisi yang kita tampilkan di atas? Pengasuh hanya bergumam,” Sudahlah tau, berlagu lugu jua!”

Ohya, mohon maaf, pengasuh tidak bermaksud merendahkan penikmat, tapi sekedar memotivasi bahwa sebetulnya, potensi untuk itu, pasti dimiliki oleh setiap individu. Kita bersyukur kepada-NYA karena kita sudah diberi akal untuk berpikir,” Mengapa kita harus berdoa? Mengapa ada banjir air mata, dan mengapa adinda tak kujung datang?” Jawabannya, Pasti ada unsur kausalitasnya (hubungan sebab – akibatnya). Nah, berikut ini puisi Sdr- Sdr kita dalam edisi kali ini. Mereka telah memberikan pengalaman untuk kita jadikan bahan konsumsi dalam keseharian. Mengapa tidak? Mari kita menikmatinya!

Sebentuk Doa
Eduard Sateng
Tuhan,
sambil merangkul doa
di kakiMU. hasrat terdekap erat di dada. jiwa dosa
apakah hidup di hadiratMu ?
apakah cintaku sampai padaMu?
tiada lagi kata. harap gelisah. rindu jadi sunyi
sebaris kata doa ingin kukatakan lamat-lamat
betapa rapuhnya jiwa insan
dalam dekapMu sembunyiku
memelukMu tak kuasa lagi
takluk aku padaMu
terjatuh
adakah remah-remah ampun di kakiMu
meski lama. kupungut dalam diamku.

 

Adinda
Ferdin Sorang T

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun