Mohon tunggu...
Usman D. Ganggang
Usman D. Ganggang Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan penulis

Berawal dari cerita, selanjutnya aku menulis tentang sesuatu, iya akhirnya tercipta sebuah simpulan, menulis adalah roh menuntaskan masalah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menangkap Pesan "Tiga K"-nya, Karya Yohanes Sehandi (1)

26 Januari 2016   22:22 Diperbarui: 26 Januari 2016   22:45 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Usman D.Ganggang*)

Yohanes Sehandi," Memperkenalkan sastra dan sastrawan Nusa Tenggara Timur (NTT) kepada masyarakat Indonesia dan dunia". Upaya inilah yang saya maksudkan pada K (1) dari Tiga K-nya Sdr.Yohanes Sehandi.

Haruslah disadari, karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat merupakan hasil penggelandangan imajinasi pengarangnya. Betapa pun persoalan yang diangkatnya sederhana, tetapi karya yang dihasilkan pengarang itu, memiliki fakta. Iya, bagaimana tidak? Paling kurang sebelum sastrawan hasilkan karyanya, tentu berawal dari proses mencari, menemukan, serta menggalinya. Ujungnya, karya yang dihasilkan, merupakan refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang ada di sekitarnya.

Konkretnya, meskipun fakta yang diangkat merupakan fakta imajiner (fakta dalam otaknya), tokh merupakan fakta juga dan namanya fakta imajiner. Jadi, karya sastra, bukanlah khayalan seseorang yang pada gilirannya tiba pada premis yang menyedihkan bahwa karya sastra itu omong kosong. Premis seperti Itu, tidak benar, Karena seperti terurai di atas tadi, karya sastra memiliki fakta..Itu sebabnya, kita yakin, kehadiran karya sastra di tengah masyarakat, merupakan bagian dari kehidupan masyarakat itu sendiri.

Namun fakta riil terkait dengan cara pandang seperti itu, tidak semudah membolak-balikkan telapak tangan. Yang paham kehadiran karya sastra, bersih kuku bahwa sastra itu merupakan hasil penggelandangan imajinasi sastrawannya. Dan jika diakrabi, pasti memperoleh manfaat demi konsumsi keseharian penikmatnya. Lalu yang tidak percaya, bertahan pada argumentasinya bahwa karya sastra hanyalah khayalan belaka pengarang/sastrawan. Bagimana strateginya, agar bertemu pada muara yang sama? inilah pertanyaan yang mengganjal, yang mau tak mau dicarikan langkah praktisnya, sehingga solusinya diperoleh.

Koleksi bukunya, sdh ribuan. jumlahnya (Usman D.Ganggang)

Mencermati persoalan yang ada itu, salah seorang kritikus sastra, bernama panjang Yan Yohanes Sehandi, kelahiran Dalong Manggarai Barat-NTT, tampil beda.Beliau hadir, lalu berusaha : dengan kerja keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas untuk menemukan cara strategis menjawab problem yang ada di tengah masyarakat, khusunya di masyarakat Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Dan setelah berakrab-ria dengan kondisi masyarakat NTT, termasuk sastrawan berdarah NTT, Sdr. Sehandi, berhasil mengubah cara pandang masyarakat NTT, terutama perkara pandangan terhadap hasil karya sastrawan.

Sejak lama penulis mengamati, cara kerja Sdr.Yan Sehandi. Di tengah kesibukannya sebagai salah seorang anggota DPRD NTT, ternyata, naluri kepenulisannya tak pernah padam. Di samping menghadirkan opini berbau politik dan pendidikan, beliau hadirkan juga opini terkait sastra terutama terkait pertumbuhan dan perkembangan sastra di NTT. Kesemuanya ini dilakoninya, mengacu pada ketiga K-nya (berupa : Kerja Keras, Kerja cerdas, dan Kerja Ikhlas).

Dan, ketika, turun dari anggota DPRD NTT, hasil pengamatan, pertanyaan, penggalian data hingga sampai pada proses asosiasi (simpulan), dia pun berbicara dalam hasil karyanya. Masyarakat pun bukan hanya menyimak, akan tetapi berlomba-lomba menyaksikan kegiatan sastra , terutama beberapa tahun belakangan ini. Penampilan karyanya, begitulah simpulan masyarakat yang saya dengar, bukan tanpa proses. Jika diamati, sekali lagi diperhatikan dengan jitu, ternyata untuk memahami hasil karya sastra sastrawan (baca sastrawan NTT), Sehandi punya strategi, menampilkan terlebih dahulu sastrawan berdasarkan silsilah kelahirannya. Maka hadirlah bukunya bertajuk "MENGENAL SASTRA DAN SASTRAWAN NTT.

Sdr,Yan Sehandi, yakin nahwa dengan menampilkan pengarang/sastrawan terlebih dahulu, orang-orang akan bertanya siapa pengarang kelahiran Bambor, misalnya. "Tak kenal, maka tak sayang", begitu kata bijak leluhur kita. Nah, ketika pengarang/sastrawan diketahui jelas, mereka akan berlomba-lomba mencari hasil karyanya. Apa pasall? Iya, sastrawan berusaha sebagai subjek individual mencoba menghasilkan pandangan dunianya kepada subjek kolektifnya.

Signifikansi yang dielaborasikan subjek individual terhadap realitas sosial di sekitarnya menunjukkan sebuah karya sastra berakar pada kultur tertentu dan masyarakat tertentu. Keberadaan sastra yang demikian itu menjadikan ia dapat diposisikan sebagai dokumen sosiobudaya. Di sinilah, K (1) berupa kerja keras Sdr,Yan Sehandi, berhasil dalam mewujudkan cita-citanya untuk memperkenalkan sastrawan NTT bersama karyanya.

Bersama isteri dan buah hatinya berpose bersama (Usman D.Ganggang)

Iya, kita boleh hadirkan simpulan bahwa sesungguhnya yang dikerjakan Sdr.Yan Sehandi, dalam memperkenalkan sastrawan NTT, mengandung implikasi bahwa sastra adalah i lembaga sosial yang menyuarakan pandangan dunia pengarangnya. Pandangan dunia ini bukan semata-mata fakta empiris yang bersifat langsung, tetapi juga merupakan suatu gagasan, aspirasi, dan perasaan yang dapat mempersatukan kelompok sosial masyarakat

.Oleh karena itu, Sdr. Yan Sehandi, dalam K (1)-nya berupa kerja keras, sudah terjawab., Maka, patutlah diacungkan jempol. karena kita yakin juga, Sdr, Yan Sehandi menyadari bahwa kehadiran karya sastra para sastrawan, amatlah bermanfaat bagi masyarakat. Masalahnya," Bagaimana para penikmat berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menimba hikmah karya sastrawan demi pemenuhan kebutuhan keseharian masyarakatnya.? Jawabannya , terurai pada K (2)-nya, berupa Kerja Cerdas Sdr Yan Sehandi ***) Bersambung

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun