Puteri bukan putri) bermula. Wajahnya yang manis dan sikapnya yang tulus membuatnya mudah disukai orang. Puteri baru saja menjejakkan langkah di kampus, memasuki dunia mahasiswa yang penuh tantangan dan harapan. Hari itu, ia diantar oleh Bahadur, seorang guru seni yang pernah mengajarnya di sekolah agama. Kini, hubungan mereka bukan hanya sebagai guru dan murid---Puteri telah menjadi kekasih Bahadur.
Di negeri antabrata, di mana dongeng menyatu dengan realita, kisah seorang gadis yatim yang cantik dan polos bernamaBahadur adalah pria yang jauh lebih tua dari Puteri. Ia telah mengenal Puteri sejak gadis itu masih remaja, sejak ia baru mulai belajar memahami dunia. Puteri, yang polos dan yatim, menemukan sosok pengganti ayah pada Bahadur, tetapi Bahadur memiliki niat tersembunyi yang jauh dari kehangatan seorang ayah. Dalam kedekatan mereka, Bahadur kerap memperalat Puteri demi kepentingan pribadinya, meski Puteri sendiri tidak sepenuhnya menyadarinya.
Pada hari pertama di kampus, saat kegiatan penerimaan mahasiswa baru, perhatian banyak orang tertuju pada Puteri. Keberadaannya yang menarik, serta sifatnya yang ramah dan lemah lembut, memikat berbagai pihak. Salah satunya adalah Pangeran, seorang aktivis senior kampus yang terkenal karena keteguhannya memperjuangkan nilai-nilai Islam di antara mahasiswa. Pangeran terpikat oleh kebaikan dan ketulusan yang terpancar dari Puteri, dan ia merasakan keinginan kuat untuk mengenalnya lebih dalam.
Pangeran pun mulai mendekati Puteri, berusaha menjadi senior yang mendukung dan membimbingnya di dunia kampus. Mereka sering terlibat dalam percakapan panjang tentang kehidupan dan cita-cita. Dalam percakapan mereka, Puteri merasa aman dan nyaman. Hari demi hari, Puteri mulai merasa bahwa Pangeran memahami dirinya lebih dari orang lain. Terbukalah ia tentang masa lalunya, termasuk hubungannya dengan Bahadur, tanpa menyadari bahwa ia perlahan menjauh dari Bahadur.
Bahadur, yang sudah lama merasa memiliki Puteri, mulai merasakan kecemburuan. Ia mengamati kedekatan Puteri dengan Pangeran dan mulai merasa khawatir bahwa Puteri akan meninggalkannya. Ketika Puteri menyampaikan keinginannya untuk mengakhiri hubungan mereka, Bahadur merasa terkhianati. Namun, Puteri yang polos dan lelah dengan manipulasi Bahadur tetap teguh pada keputusannya. Pangeran, yang menganggap dirinya pelindung Puteri, mendukung langkah Puteri untuk lepas dari masa lalu yang kelam.
Setelah terbebas dari Bahadur, hubungan Puteri dan Pangeran semakin erat. Namun, tak lama kemudian, hubungan mereka juga diuji. Puteri merasakan tekanan dari berbagai sisi, terutama dari keluarga dan lingkungan sosialnya. Dalam suasana hati yang tak menentu, ia akhirnya memutuskan untuk menghentikan kuliah sementara. Tak lama setelah itu, ibunya meninggal dunia, meninggalkan Puteri seorang diri tanpa orang tua. Puteri pun menjadi yatim piatu.
Beberapa tahun berlalu tanpa kabar antara Puteri dan Pangeran. Hingga suatu hari, Pangeran mendengar bahwa rumah yang dulu dihuni Puteri kini telah dijual oleh tantenya. Puteri hidup bersama sang tante di kampung yang jauh dari kota, dan kabar bahwa hidupnya semakin penuh dengan cobaan menggugah hati Pangeran. Tak tega membiarkan Puteri larut dalam kesulitan, Pangeran bertekad untuk menemukannya kembali dan membawa Puteri ke kehidupannya yang lebih layak.
Setelah berhasil menemukan Puteri, Pangeran membawanya ke rumahnya dengan niat yang tulus. Ia ingin menikahi Puteri dan memberinya kehidupan yang lebih baik, meskipun Pangeran tahu bahwa Puteri telah melalui banyak luka dan kesulitan. Pangeran berpikir, jika ia mampu memberikan ketulusan dan cinta yang tulus, Puteri bisa menemukan kedamaian bersamanya.
Namun, meski telah tinggal bersama selama tiga bulan, Puteri ragu untuk menerima lamaran Pangeran. Ada ketakutan dan rasa tak layak yang terus menghantuinya. Puteri masih dihantui oleh masa lalunya, oleh pengalaman yang berat bersama Bahadur, dan oleh hubungan dengan perempuan lain yang pernah dekat dengan Pangeran. Rasa cemburu dan perasaan tidak aman membuatnya sulit untuk melangkah maju.
Perasaan tertekan semakin besar ketika Puteri mulai menerima telepon dari salah satu perempuan yang pernah menjalin hubungan dengan Pangeran. Telepon itu berisi ejekan dan ancaman, yang semakin meruntuhkan keberanian Puteri. Ia merasa seakan tidak pantas untuk hidup di sisi Pangeran, dan akhirnya memutuskan untuk pergi. Tanpa berpamitan, ia kembali ke rumah tantenya, meninggalkan Pangeran dengan kesedihan dan penyesalan mendalam.
Setelah kepergian Puteri, Pangeran mencoba mencarinya, namun sia-sia. Waktu berlalu, dan kabar tentang Puteri semakin menghilang. Pangeran hidup dengan perasaan bersalah dan rasa kehilangan yang tak terelakkan, selalu berharap bahwa suatu saat ia bisa menemukan Puteri lagi, mengungkapkan perasaannya, dan meyakinkannya bahwa masa lalu tidak bisa menghapus ketulusan cintanya.
Di sisi lain, Puteri juga hidup dalam kesendirian dan kepahitan. Ia menyadari bahwa selama ini ia terlalu takut untuk menerima cinta yang tulus dari Pangeran. Meski masih menginginkannya, Puteri memilih untuk menutup pintu hatinya dan menjalani hidup seadanya. Ia tidak ingin kembali pada kenangan-kenangan yang mungkin hanya akan melukainya lebih dalam.
Suatu hari, di sebuah jalan kecil yang sunyi, Pangeran dan Puteri bertemu tanpa disengaja. Wajah mereka terkejut, namun dalam tatapan mereka, ada cerita yang seakan kembali terungkap. Pangeran mendekat, tanpa kata-kata, memegang tangan Puteri yang dingin dan gemetar.
"Puteri," ucapnya pelan, "jika kau masih memberi kesempatan, izinkan aku ada di sisimu."
Puteri menunduk, sejenak hening, dan dalam hatinya muncul perasaan yang lama tak dirasakannya. Dengan suara bergetar, ia menjawab, "Aku tak tahu apakah aku layak untuk menerima cinta seperti milikmu."
Namun, Pangeran tersenyum, seakan tidak memedulikan semua masa lalu dan luka yang mereka simpan. "Cinta adalah pemberian, bukan penghukuman. Aku di sini bukan untuk menghakimimu, Puteri, melainkan untuk mencintaimu apa adanya."
Akhirnya, Puteri membuka hatinya, merelakan dirinya untuk mencintai dan dicintai tanpa rasa takut. Mereka tidak langsung menikah, tetapi kali ini, Puteri tahu bahwa cinta yang tulus tidak meminta imbalan atau kesempurnaan. Perlahan, dengan cinta dan kesabaran, mereka berdua membangun kehidupan baru---sebuah kehidupan yang bebas dari belenggu masa lalu dan penuh harapan untuk masa depan.
Dengan begitu, di negeri antabrata yang penuh keajaiban, kisah cinta antara Pangeran dan Puteri menjadi bukti bahwa cinta sejati tidak pernah menghakimi, tetapi selalu siap untuk memaafkan dan menerima.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H