Mohon tunggu...
Usman Bone
Usman Bone Mohon Tunggu... Buruh - Buruh, Kuli, Pembantu

Kumpulan Cerita Pendek, Cerita Rakyat Puisi, Tokoh dan Sosok

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Loyalitas yang Ternoda, Aku Dianggap Tak Loyal Karena Tidak Main Judi dan Tidak Minum Alkohol

9 Oktober 2024   05:09 Diperbarui: 9 Oktober 2024   08:09 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Budi berdiri di sana, dengan wajah yang tampak lelah. Dia tampak berbeda, lebih tua dari terakhir kali aku melihatnya meski hanya seminggu yang lalu. "Aku mau ngobrol."

Aku mengangguk, mempersilakan dia masuk. Kami duduk di lantai, seperti dulu saat kami masih sering mengobrol sampai larut malam, membicarakan masa depan, impian, dan kekhawatiran. Tapi kali ini, atmosfernya berbeda. Ada jarak yang terasa, meskipun dia hanya duduk beberapa meter dariku.

"Aku tahu kita udah lama gak bareng-bareng," Budi memulai dengan suara pelan. "Tapi, kamu udah gak bisa kita anggap bagian dari geng kita lagi."

Aku terdiam, meski dalam hati aku sudah menduga hal ini akan terjadi.

"Kamu gak loyal, Ron," lanjutnya. "Geng kita tuh soal kebersamaan. Tapi kamu selalu nolak. Gak mau main kartu, gak mau minum. Apa gunanya jadi teman kalau kamu gak bisa ikut kita?"

Aku merasakan desakan di dadaku, tapi aku tetap tenang. "Aku masih peduli sama kalian, Bud. Tapi aku gak bisa melakukan hal yang aku tahu gak baik buatku. Itu bukan berarti aku gak setia."

Budi menggeleng. "Setia itu bukan soal prinsip, Ron. Ini soal kebersamaan. Kita harus sama-sama di atas dan di bawah. Kamu harus ikut kalau mau dianggap bagian dari kami."

Aku tahu percakapan ini tidak akan mengubah apa pun, tetapi aku tetap mencoba. "Kalau aku ikut berjudi atau minum, apakah itu membuat kita benar-benar lebih dekat? Aku gak mau kehilangan kalian, tapi aku juga gak mau kehilangan diriku sendiri."

Budi tertawa kecut. "Kamu terlalu serius, Ron. Hidup ini harus dinikmati. Kita cuma cari kesenangan. Kalau kamu gak bisa nikmatin hidup dengan kita, ya mungkin kita emang beda jalan."

Kata-kata itu menggantung di udara, seperti batu besar yang menghantam perasaanku. Aku ingin berteriak, ingin meyakinkan Budi bahwa kesenangan yang mereka cari itu hanya sesaat, dan akan membawa penyesalan di kemudian hari. Tapi aku tahu, mereka tidak akan mendengarku.

Setelah beberapa saat, Budi berdiri. "Aku harap kamu bahagia dengan keputusanmu, Ron. Tapi mulai sekarang, kamu bukan bagian dari kami lagi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun