"Tentu kami terima Sar. Tinggallah di sini untuk menenangkan pikiran sementara waktu."
"Selamanya Mak. Aku dan Naila tidak akan kembali ke sana. Kang Jumadil sudah tidak bisa diharapkan."
"Nanti kalau suamimu menjemput?"
"Tidak mungkin, dia sendiri kok yang mengusirku. Kami beda paham, beda keyakinan Mak. Mustahil dia bisa berubah. Otaknya sudah tercuci paham aneh. Sudah habis kesabaranku."
"Kalau begitu terserah kamu sajalah. Kamu lebih tahu jalan yang terbaik bagi dirimu. Jika di sini kamu menemukan kenyamanan tinggallah di sini. Bagaimana dengan Naila, pasti bakal kangen dengan bapaknya."
"Tidaklah. Digendong saja jarang. Sekarang cuma satu bebanku, ada utang baju seragam ke bu ustadzah. Malulah aku kalau bajunya dikembalikan. Kalau Mak ada uang aku pinjam dulu untuk melunasinya. Nanti kalau sudah dapat kerja aku bayar. Aku mau cari kerja. Kalau ada waktu aku mau melegalisir ijazah ke SMP PGRI."
"Pakai saja uang yang ada, gak enak sama bu ustadzahnya, takut ngarep-ngarep."
"Aku titipkan sama Teh Entin saja nanti, biar dia yang antar."
***
Selama tinggal bersama orang tuanya, Sarwiti membantu-bantu ibunya di rumah. Kesibukan ibunya berjualan nasi uduk setiap pagi.Â
Tak mudah bagi Sarwiti untuk mendapatkan pekerjan di pabrik. Beberapa pabrik yang dia datangi selalu tak ada lowongan. Kendati ada lowongan di pabrik boneka, ijazahnya tidak memadai.