Hal itu menjadi pemicu pertengkaran suatu malam sampai Jumadil mengancam akan mengusirnya jika perbuatan itu diulangi Sarwiti. Sarwiti mengalah kandati merasa tertekan.
Banyak larangan. Itu yang dirasakan Sarwiti. Jika sedang iseng, menyanyi pun tidak boleh sembarangan. "Haram!" hardik Jumadil diplomatis. Bahkan bersalawatan pun dilarang. Â Menghadiri pengajian di majelis taklim tiap Kamis tidak lagi dibolehkan.
Sebenarnya Jumadil sebagai bendahara di majelis taklim Al Mu'minun yang bertempat di masjid jamik. Dia tak pernah absen setiap malam Sabtu. Terdapat enam RT di kampung Angin.Â
Tiap RT ada satu majelis taklim kaum laki. Dari malam Senin sampai malam Sabtu ada pengajian di majelis taklim. Hanya malam Minggu yang kosong, biasanya dimanfaatkan pengurus RT dan RW untuk berkumpul di balai warga, tapi itu jarang-jarang.Â
Pada keenam majelis taklim itulah Jumadil sering hadir sebagai pendengar. Pada acara-acara hari besar Islam di masjid jamik Jumadil tak pernah absen walaupun perannya terbilang kecil seperti membagikan konsumsi terhadap hadirin. Sarwiti pun memaklumi kesibukan suaminya itu yang sering keluar rumah malam hari.
Sejak mengikuti pengajian yang digelar Minggu pagi di masjid yayasan pendidikan di komplek perumahan dekat pasar Jumadil mulai mengurangi kehadirannya di semua majelis taklim dalam Kampung Angin.Â
Pelan-pelan penampilannya pun mengalami perubahan, menyesuaikan dengan jamaah lainnya. Uang hasil kerjanya disisihkan untuk membeli pakaian seperti celana cingkrang dan jubah.Â
Pada akhirnya, Jumadil tidak lagi mengikuti berbagai kegiatan pengajian dan kegiatan kumpul-kumpul lainnya di Kampung Angin. Satu hal yang menurut seorang tetangganya dinilai sebagai suatu kegagalan Jumadil adalah  melebatkan janggut.Â
Meskipun telah menggunakan krim penyubur rambut, lemak kemiri, arang biji kurma, dan bawang putih janggutnya tak kunjung lebat. Yang ada hanya janggut panjang yang jarang.Â
Ketika Sarwiti menyindirnya dia marah sehingga timbul percekcokan yang sengit. "Pergi kamu, ini rumahku!" ucapan itu seperti menjadi senjata untuk membungkam mulut Sarwiti.
Ustaz Zaenudin, guru majelis taklim di masjid jamik, mendatangi Jumadil di rumahnya bermaksud ingin meluruskan pilihan Jumadil yang dianggap membelot. Terjadilah perdebatan sengit.Â