Mohon tunggu...
USMAN HERMAWAN
USMAN HERMAWAN Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA

Belajar menebar kebaiakan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kepulangan Sarwiti

10 Oktober 2022   11:18 Diperbarui: 12 Juni 2024   06:01 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sarwiti telah beberapa kali mengingatkan agar suaminya itu tidak bergabung dengan komunitas bercelana cingkrang, tapi jumadil teguh dengan pendiriannya.

"Aku lebih tertarik ngaji dengan ustaz Abu Muhaimin. Dia lulusan Arab. Penjelasan-penjelasannya lebih masuk akal, lebih objektif dan ilmiah, tidak seperti ustaz Zaenudin. Kita mau ikut siapa kalau bukan mengikuti nabi. Aku tidak mau menjadi bagian dari ahli bid'ah. Kalau kamu tidak mau ikut ya sudah, kalau nanti kamu masuk neraka aku tidak mau tanggung jawab." Jumadil kesal, "Aku kepala keluarga di sini. Istri harusnya nurut kepada suami!"

"Iya abi, umi minta maaf." Sarwiti mengeraskan suaranya lalu menjauh. "Sumpek. Banyak peraturan. Ini gak boleh, itu gak boleh. Ini bid'ah, itu bid'ah. Neraka melulu bicaranya. Kayak sendirinya anggota panitia neraka dan surga saja." Karena terbatasan pengetahuan dia tidak kuasa mendebat pandangan Jumadil.

***

Sejarak empat  kilometar, gerimis mengiringi kepulangan Sarwiti. Dia pulang ke rumah orang tuanya. Sebuah mobil bak terbuka yang mengantarnya berhenti di jalan kecil depan rumah orang tuanya. 

Sarwiti turun sambil menggendong anak perempuan berusia tiga setengah tahun. Beberapa barang bawaan diturunkan sang sopir dan diletakkan di teras rumah. 

Ibunya meraih anaknya. Sang anak enggan digendong dan menangis. Sarwiti membayar jasa sopir. "Terima kasih ceu." Sang sopir kemudian pamit.

Sarwiti tidak akan kembali ke rumahnya, mungkin untuk selamanya. Meskipun sedikit terkejut atas kedatangan Sarwiti, ibunya bisa menduga atas hal yang dialaminya. 

Sekira empat bulan lalu, ketika berkunjung ke rumah Sarwiti  ibunya mulai mengendus gelagat yang kurang beres. Anak dan menantunya sedang berkonflik. 

Mereka sedang tak saling bicara.  Itu sebabnya dia  tidak berlama-lama di rumah Sarwiti. Kekhawatirannya kini terbukti, Sarwiti datang dengan masalah ruwet dan wajah kusut.

"Tak ada yang perlu dipertahankan lagi Mak," cetus Sarwiti setelah beberapa saat istirahat. "Izinkan kami, aku dan Naila tinggal di sini. Kemana lagi kami pulang kalau bukan ke rumah ini."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun