"Lha memangnya kenapa kalau begitu?"
Tiba2 Kakak saya itu melempar kacang kapri di piring didepan kami ke muka saya, ih gak sopan banget padahal ada tamu itu kok main lempar2 kacang kapri "Dia kayaknya suka kamu, oon. Ngerti?"
Saya tertawa mendengarnya. Suka? Masa iya? Dari surat2nya, dari acara jalan2 selama ini, dia gak pernah bilang apa kok.
"Ah kamumah salah kali, masa dia suka aku?" tanya saya ragu.
"Lha kamu ini, dia udah berbusa2 ngomong kesana kemari, udah jalan ke kanan ke kiri sampe dibawa nyasar ke Lubang Buaya terus sekarang ngos-ngosan begitu nyampe sini, masih nggak ngerti juga?. Coba mana surat-suratnya itu bawa sini. Biar aku yang terjemahin. Gue curiga itu si Wawan nggak nerjemahin dengan bener. Begini nih kalo kamu terlalu percaya sama orang dibanding kakakmu sendiri"
Saya lalu mengambil surat2 dari Take-san selama ini dan memberikannya sama Kakak saya yang terus terang saya meragukan kemampuan Bahasa Jepangnya karena dia gak ada wajah2 pinternya gitu. Dulu ngambil jurusan Bahasa Jepang aja cuma karena dia suka Tamagochi, itu mainan yang katanya kalo laper bisa minta makan. Kan aneh ada orang punya motivasi belajar bahasa hanya karena mainan begitu.
Ceritanya setelah saya mendapatkan pengertian tentang situasi semuanya, saya baru mengerti kalau Take-san ini suka saya. Hahaha.... saya jadi malu tapi kami pada akhirnya memutuskan untuk berpisah juga. Kenapa? Karena kami berbeda keyakinan. Ya, sesimpel itu saja. Cerita kami berakhir di perbedaan keyakinan. Saya yakin dia salah menyukai saya (saking mindernya saya sama wajah sendiri, sementara dia yakin kalau dia mencintai saya. Bukan keyakinan kepercayaan atau agama kami yang berbeda karena kami sama2 muslim, dia malah sudah Haji 10 kali. Hahaha... enak banget ini bikin cerita. Udah ah segitu aja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H