Aku tidak mengerti. Ini pertama kalinya dalam hidup, aku mendengar seseorang memutuskan tinggal diluar negeri karena anaknya menyukai tahu di negeri itu. Sampai harus menetap disana. Aneh sekali. Rela terpisah dengan ibunya, demi tahu.
"Jadi kamu dan suamimu pisah begitu?. Kamu di Belanda dan dia sama anakmu disini?" aku menghentikan langkahku.
Dia mengangguk. Aku tersenyum simpul jahat; dalam benakku aku senang mereka berpisah begitu. Aku tersenyum kecut pada akhirnya karena bagaimana pun mereka tetap suami istri. Tak mungkin aku mengambilnya. Aku juga bukan pria tunggal aka single lagi. Aku punya istri dan anak. Tapi... rasa ini masih ada. Tak hilang sampai kini bahkan setelah hampir satu dekade. Aku kembali menatapnya penuh arti. Dia balik menatapku dan tertawa.
"Hey, kenapa menatapku begitu?" dia tertawa renyah "Kenapa?" gigi-gigi putihnya tampak indah dengan kacamata yang membingkai dua bola matanya itu. Dia meraih pundakku dan merangkulku tanpa memberiku kesempatan untuk menjawab. Kami kembali berjalan seperti dua orang sahabat. Hatiku gembira membuncah walau hanya berjalan begini dengannya sampai tiba-tiba istriku membangunkanku.
Kubuka mataku. Ah, rupanya hanya mimpi. Pantas saja jalan ceritanya aneh. Aku bangun dan siap-siap mandi untuk berangkat kerja.