Persidangan merupakan cara terbaik untuk mencari keadilan di Indonesia. Tempat inilah yang akan digunakan untuk adu data dan pembuktiannya yang dapat menuntun hakim dalam memutuskan kebenaran. Untuk mendapatkan putusan tentu membutuhkan waktu yang cukup, apa lagi jika setelah putusan pihak yang kalah melakukan banding terhadap keputusan sidang, namun tentunya diterima atau tidaknya banding juga harus memiliki dasar yang tepat.
Putusan peradilan bisa dari PN daerah setempat hingga MA RI. Tentunya setiap ada putusan peradilan pihak harus menjalankan putusan peradilan.
Berbeda dengan Basko, seorang yang memiliki nama lengkap Basrizal Koto sekaligus menjadi pengusaha kaya tersebut mengangap putusan peradilan itu hanya sekedar sampah dipelataran tak peduli putusan peradilan tersebut dari Mahkamah Agung RI.
Putusan peradilan mana yang tidak dianggap Basko? Semua orang pasti telah mengetahui tentang kasus antara PT. KAI (Persero) dengan Basko atas lahan yang menjadi lahan parkir di hotel dan mall milik Basko tersebut yang terbukti merupakan lahan milik negara yang penguasaanya diserahkan kepada PT. KAI.
Lahan yang digunakan sebagai lahan parkir oleh Basko tersebut adalah lahan PT. KAI (Persero) yang awalnya disewa oleh Alm Rosmiati Nazar mulai Tahun 1960 hingga 1994. Kemudian PT Basko Minang Plaza pada tahun tersebut mengajukan permohonan persewaan lahan tersebut untuk digunakan sebagai lahan parkir dengan ketentuan bahwa Basko bersedia  mengganti rugi atas beberapa bangunan yang ada di lahan tersebut.
Basko menyetujuinya lalu kemudian mulai 1 Juli 1994, dilakukan tandatangan awal mula persewaan tanah antara Perumka dan PT. BMP. Awal mula persewaan lancar namun mulai pada tahun 2004 Basko tidak melakukan perpanjangan kontrak atas lahan tersebut namun tetap menggunakan lahan tersebut untuk kepentingan perusahaannya.
Hingga akhirnya kasus tersebut bergulir ke pengadilan, sidang yang dilakukan antara kedua kubu tersebut berjalan cukup lama hingga kasus tersebut sampai pada putusan dari Mahkamah Agung (MA) RI di tinggat kasasi Nomor  604/K/Pdt/2014 tertanggal 12 November 2014. Kemudian Basko melakukan banding namun usahanya sia-sia, karena MA menolah PK yang diajukan oleh Basko.
Lalu bagaimana perkembangan selanjutnya? Selanjutnya lahan yang digunakan sebagai lahan parkir tersebut di eksekusi oleh PN Padang dan dikembalikan kepada pemilik resminya PT. KAI.
Entah apa yang dilakukan Basko hingga akhirnya pengusaha kaya tersebut menggunakan berbagai cara hingga akhirnya tidak penghargai putusan tertinggi di Indonesia. Basko seolah-olah tidak menganggap putusan peradilan yang ada. Hingga akhirnya mendengar kabar bahwa lahan tersebut kembali digunakan sebagai lahan parkir oleh Basko tanpa adanya dasar hukum yang jelas. Selama ini tidak ada putusan peradilan yang menyatakan bahwa Basko boleh menggunakan lahan tersebut.
Dari sini saya berfikir jadi siapa yang menjadi penegak hukum sebenarnya, Hebat ya Basko tidak menghormati putusan peradilan yang ada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H