Mohon tunggu...
Muhammad Syahdan Sifana
Muhammad Syahdan Sifana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Mahasiswa D3 Bahasa Inggris Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Krangkeng Bupati Langkat: Bukti Kejinya Perbudakan Manusia

8 Januari 2025   23:38 Diperbarui: 8 Januari 2025   23:35 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tahun 2022 silam Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di kediaman Bupati nonaktif Langkat, penggeledahan yang mulanya dilakukan atas tudingan keterlibatan kasus korupsi beralih menjadi kasus pelanggaran HAM setelah ditemukan tempat seperti penjara berisikan puluhan orang dengan kondisi memprihatinkan. Awalnya mantan Bupati Langkat tersebut berdalih bahwa tempat tersebut dipergunakan sebagai tempat rehabilitasi narkoba, namun hal tersebut langsung dibantah oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) yang mengatakan bahwa tempat tersebut bukan tempat rehabilitasi narkoba. Mantan Bupati Langkat tersebut kemudian dinyatakan bersalah melanggar Pasal 2 ayat (2) jo Pasal 11 UU Nomor 22 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Setelah ditelisik lebih lanjut orang-orang yang dipenjarakan di penjara ilegal tersebut dipekerjakan sebagai buruh di pabrik sawit milik mantan Bupati Langkat tanpa bayaran sepeser pun. Ditemukan pula adanya praktik kekerasan dan temuan berupa 18 alat penyiksaan yang digunakan untuk menyiksa penghuni krangkeng tersebut.

     Dengan adanya kasus ini tentu saja menjadi bukti bahwa masih ada saja tindak perbudakan di masa kini, terlebih kasus ini dilakukan oleh seorang Bupati yang diberikan mandat berkuasa untuk mengatur suatu daerah yang mana kasus ini sudah bisa digolongkan sebagai pelanggaran HAM berat. HAM sendiri berarti hak dasar yang dimiliki oleh setiap individu sejak lahir, tanpa diskriminasi. Hak atas kebebasan dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi adalah hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (non-derogable rights). Kasus krangkeng ini merupakan pelanggaran serius terhadap Pasal 28G dan 28I UUD 1945 yang menjamin perlindungan atas rasa aman dan kebebasan dari penyiksaan. Tidak adanya proses hukum juga melanggar asas due process of law yang diatur dalam KUHAP.

Faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya kasus semacam ini:

1.Penyalahgunaan Kekuasaan

     Penyalahgunaan kekuasaan terjadi ketika pejabat publik menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi atau melakukan tindakan yang melanggar hukum. Dalam kasus ini, sebagai bupati menggunakan jabatannya untuk menjalankan tindak perbudakannya tanpa adanya pengawasan. Pada dasarnya kekuasaan harus dijalankan berdasarkan prinsip legalitas dan rasionalitas. Namun, kasus ini menunjukkan kegagalan birokrasi dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas pejabat publik. Ditambah lagi, mayoritas dari korban berasal dari kelompok masyarakat marginal yang memiliki akses terbatas terhadap keadilan, sehingga menciptakan ketimpangan kekuasaan yang memungkinkan eksploitasi terhadap mereka tanpa perlawanan yang memadai.

2.Lemahnya Pengawasan

     Good governance mengharuskan adanya transparansi, akuntabilitas, dan penegakan supremasi hukum. Dalam kasus ini, kurangnya pengawasan dari pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan masyarakat sipil memungkinkan aktivitas ilegal tersebut terus terjadi dalam waktu yang lama. Perlu adanya mekanisme dalam sistem pemerintahan yang dirancang untuk memastikan adanya pengawasan dan keseimbangan kekuasaan antara lembaga-lembaga negara. Mekasnisme tersebut bertujuan mencegah konsentrasi kekuasaan di satu pihak dan menghindari adanya penyalahgunaan wewenang.

Hal-hal yang perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya kasus seperti ini:

1.Peningkatan Pengawasan

     Pengawasan terhadap pejabat publik harus lebih diperketat, terutama melalui lembaga-lembaga yang independen seperti Ombudsman dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedua lembaga ini memiliki peran penting dalam memastikan pejabat negara bertindak sesuai dengan aturan dan tidak menyalahgunakan kekuasaannya. Pengawasan juga perlu melibatkan masyarakat yang lebih luas, termasuk media, yang dapat memberikan perhatian terhadap potensi penyalahgunaan kekuasaan. Selain itu, perlu ada mekanisme pelaporan yang aman bagi masyarakat untuk melaporkan dugaan penyimpangan yang terjadi dalam pemerintahan.

2.Edukasi HAM dan Supremasi Hukum

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun