Saya bekerjasama dengan beberapa perusahaan penerbitan buku pelajaran SD, SMP, SMA dengan sistem prosentasi keuntungan. Ditengah keterbatasan modal finansial dan hanya mengandalkan modal kepercayaan, tak jarang saya harus bersaing dengan "pemain" buku yang sudah mentereng lebih dulu. Dengan mengandalkan pola door to door, dari sekolah ke sekolah ternyata tidak membuat usaha kami beranjak lebih maju.
Ditengah usaha yang cenderung jalan ditempat, dalam satu momentum saya dipasrahi tugas menjadi salah satu panitia Muharaman dan Bakti Sosial Paguron Nurul Gholabah yang Aa Uman asuh di Sangkali. Kegiatan itu menjadi pembelajaran bagi saya mewujudkan cinta kasih terhadap sesama, terlebih bagi mereka yang membutuhkan.
Selain ditugasi urusan bakti sosial, saya juga ditugasi tugas menjadi pembawa acara untuk mengatur acara Muharaman yang dihelat untuk kali pertama itu. Sejak saat itu hingga Muharaman tahu 2019 lalu saya masih tetap dipasrahi tugas itu dan saya pun tidak pernah menolak.
Pernah satu kali saya ditugasi beliau memberi sambutan atas nama paguron, saat itu saya menolak. Tapi karena tidak ada lagi yang lain, dengan terpaksa saya pun memenuhi tugas itu. Karena merasa tidak pantas, pada saatnya sambutan saya tidak kuat berkata-kata karena saya menganggap tidak pantas berbicara atas nama paguron. Sejak itu, meskipun setiap Muharaman  selalu diminta sambutan atas nama paguron, saya selalu menolak.
Tugas itulah yang mendasari kami menjadi leluasa menebar manfaat dan maslahat terhadap sesama manusia dan alam sekitar dalam konteks gerakan kemanusiaan. Sinergi Paguron Nurul Gholabah dengan institusi lintas iman sudah dilakukan sejak muharaman perdana, hingga kini sinergi itu masih terjalin dengan baik. Tak jarang tokoh lintas agama dari berbagai daerah berkunjung ke Sangkali, begitupun sebaliknya.
Atas pengalaman ini Aa Uman mewarisi saya dan para santrinya untuk senantiasa merawat nilai kemanusiaan, karena yang lebih tinggi dari kehidupan di dunia adalah nilai kemanusiaan. Tidak hanya itu, beliau pula mewarisi ajaran menabung uang koin (receh) yang disertai niat tulus dan do'a setiap memasukkannya pada "kencleng" untuk didermakan kepada yang membutuhkan pada setiap muharaman. Ternyata praktekkannya tidak mudah, dan dari riyadlah itulah dibuktikan nilai kasab kita ternyata.
Tahun 2008 setelah bekerja pada dua perusahaan konsultan perencanaan mulai tahun 2006 di Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi Riau, saya kembali ke Tasikmalaya tidak lama setelah bertunangan dengan calon istri. Lalu, saya mendirikan el-Fath Education Centre bernama bersama sahabat Adang Nurdin, Deni Abdul Aziz dan Asep Hernandi.
Selain mengamini saran Aa Uman, lembaga itu menjadi ruang ekspresi kami untuk menebar manfaat dan maslahat untuk sesama manusia terutama dibidang pendidikan. Nama lembaga visi, misi dan programnya pun hasil konsultasi kami dengan beliau.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H