Mohon tunggu...
Usep Saeful Kamal
Usep Saeful Kamal Mohon Tunggu... Human Resources - Mengalir seperti air

Peminat masalah sosial, politik dan keagamaan. Tinggal di Depok.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menjadi Pendidik di Rumah

3 Mei 2020   14:12 Diperbarui: 3 Mei 2020   14:24 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rumah Plus Sekolah

Bagi sebagian orang tua menjalani proses WFH boleh jadi membuat bisa membosankan. Betapa tidak, pada waktu yang bersamaan harus melakukan dobel job, satu menjalankan tugas kantor, kedua menjadi guru menyampaikan pelajaran sekolah bagi anaknya.

Bagi penulis yang pernah menjadi tenaga pendidik di sekolah, bisa dibayangkan bagaimana bila didalam satu rumah ada lebih dari dua anak yang sekolah ditambah orang tuanya pekerja kantoran. 

Terbayang pula bagaimana keriuhan terjadi didalam rumah, ayah dan bunda harus menjalankan kewajiban kantor yang diberi deadline, pada saat yang sama anak-anak membutuhkan bimbingan mengerjakan tugas sekolah yang diberi deadline pula.

Situasi inilah yang kemudian membuat para orang tua menyadari mana semestinya yang harus diprioritaskan, pekerjaan kantor atau urusan pelajaran anak-anaknya. Selanjutnya, siapa sebenarnya yang mesti memprioritaskan waktunya untuk pendidikan anak-anak, ayah atau bunda.

Secara normatif, keluarga adalah komunitas pertama yang menjadi tempat sesorang, sejak usia dini belajar konsep baik dan buruk, pantas dan tidak pantas, benar atau salah dan nilai-nilai luhur lainnya. Artinya, dalam keluargalah sejak dini seseorang sadar akan lingkungannya, belajar tata nilai atau moral hidupnya.

Tentu bukan tanpa alasan, karena tata nilai yang diyakini seseorang akan tercermin didalam karakternya sendiri. Dalam rumah dan dalam komunitas keluargalah proses pendidikan karakter sejatinya berawal.

Pertama, pendidikan keluarga akan menentukan seberapa jauh seorang anak dalam prosesnya menjadi orang yang berkepribadian dewasa dan memiliki komitmen terhadap nilai-nilai moral tertentu dan menentukan bagaimana ia melihat dunia disekitarnya.

Kedua, pendidikan keluarga berkontribus positif terhadap prilaku "legowo" seorang anak terhadap segala perbedaan yang ada dalam lingkungan kehidupannya. Baik perbedaan status sosial, suku, agama, ras, latar belakang budaya dan lain sebagainya.

Ketiga, keluarga adalah komunitas awal mengembangkan konsep awal mengenai keberhasilan dalam hidup, atau paling tidak mengasah pandangan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan hidup yang berhasil dan wawasan luas terhadap masa depan kehidupannya.

Relevan dengan ungkapan Francis W. Parker, seorang pakar pendidikan karakter: arah dan tujuan pendidikan adalah pembentukan dan pengembangan karakter. Proses pembentukan karakter bisa terjadi dimana saja dan berlangsung simultan tergantung faktor lingkungan yang mempengaruhinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun