Sungguh sangat disayangkan. Kejadian yang memalukan kembali terjadi di sekolah kedinasan di Negara kita. Kali ini terjadi pada Amirullah (18) yang merupakan taruna tingkat 1 STIP. Menurut berita yang beredar Amirullah meninggal setelah dianiaya oleh seniornya.
Miris memang. Di zaman dimana kemajuan teknologi sudah sangat pesat. Kita masih harus menemukan kabar mengenai penganiayaan oleh senior kepada juniornya. Dan seringnya terjadi di sekolah kedinasan.
Tentunya Anda masih ingat pada kasus penganiayaan pada tahun 2014. Masih di Sekolah yang sama. Dimana yang menjadi korbannya lagi adalah “junior”. Serta kasus-kasus di sekolah kedinasan lain yang bisa Anda telusuri sendiri.
Lantas ada apa dengan sekolah kedinasan?
Senior dan Junior
Pola pendidikan senioritas pada lembaga pendidikan merupakan warisan dari pola pendidikan zaman dulu. Senioritas menimbulkan perbedaan status yang jelas antara sesorang yang dipanggil senior dan yang dipanggil junior. Yang mana junior harus homat kepada senior. Pola senioritas ini akan menimbulkan rasa tanggung-jawab pada seorang senior untuk mendidik dan membina juniornya.
Di sinilah kesalahan itu terjadi. Pembinaan yang dilakukan oleh senior selalu berujung pada pembinaan fisik atau mental yang berlebihan. Ditambah dengan ketidaktahuan si senior tentang seberapa besar porsi pembinaan yang harusnya diberikan kepada si junior. Serta keinginan balas dendam yang tidak sadari muncul karena dulunya pernah dibina juga oleh senior.
Coba anda tanyakan pada si senior, apakah mereka melakukannya karena balas dendam? Tentu tidak. Jawabannya bisa berupa: agar junior disiplin, tidak manja, tidak mencla-mencle, atau respect pada senior.
Senior selalu benar. Adalah pasal pertama, yang menjadi kesalahan kedua dari pola pendidikan senioritas. Selama Anda masih berstatus junior, maka Anda akan selalu salah saat di depan senior. Pasal ini bertujuan agar junior tidak banyak protes kepada aturan yang diberikan senior.
Ditambah dengan pasal kedua. Jika senior salah, lihat pasal satu. Kedua pasal ini menjadi legitimasi senior dalam melakukan pembinaan kepada junior. Sehingga para junior menganggap apa yang dilakukan oleh senior kepadanya adalah hal yang biasa. Toh, suatu saat dia akan melakukan itu juga kepada juniornya.
Bagaimana mengatasinya
Perlu ada keseriusan dari pimpinan sekolah kedinasan untuk mengatasi kekerasan yang kerap terjadi. Sekolah harus memberikan pemahaman bahwa pola pendidikan senioritas yang ekstrim sudah tidak bisa diterapkan di masa sekarang. Perlu adanya pendekatan lain, pendekatan yang lebih bersifat kekeluargaan namun tetap disiplin dan saling menghormati serta menghargai.
Anda tahu? Baik pendekatan kekeluargaan maupun senioritas dapat menimbulkan rasa hormat dari junior kepada senior. Namun ada perbedaan mencolok dari keduanya. Senioritas membuat junior hormat saat di depan senior, namun membenci saat di belakang. Sedangkan pendekatan kekeluargaan akan membuat junior hormat kepada senior. Saat di depan atau pun di belakang senior.
Penerapan pola baru akan sulit diterapkan. Ini dikarenakan saat pola baru diterapkan, akan ada satu angkatan yang menerima pola lama, saat mereka jadi junior, dan harus rela melakukan pola baru ketika menjadi senior. Angkatan ini lah yang harus diberikan pengertian oleh pimpinan sekolah kedinasan.
Solusi lainnya dengan cara menghentikan penerimaan taruna selama beberapa tahun. Agar taruna dengan pembinaan pola lama telah lulus. Dan taruna tingkat 1 yang baru tidak pernah merasakah pembinaan pola lama. Mereka hanya mengenal pola pembinaan baru. Pendekatan kekeluargaan yang lebih manusiawi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H