Rindu yang tak bernama
Sepi yang menggemaÂ
Sayang dan cinta yang tak lagi bernyawa
Hanya angan yang pupus berkelana
Air mataku enggan untuk berhenti
Sejenak beristirahat di balik pelupuk mata ini
Namun, lagi-lagi menghujani pipi
Dengan raut yang sedih dan pucat pasi
Apakah tidak akan ada senyum di esok hari?
Apakah mungkin akan tenggelam kembali?
Atau justru mati saat ini
Dan tak ada yang peduli
Semua ini karena rindu
Rindu yang tak dapat lagi terbendung
Terlalu lama bersemayam di balik serat randu
Semakin lama semakin menggunung
Tuhan mungkin mengizinkan rindu ini bersemediÂ
Meskipun, akar waktu telah menggerayangi tubuhku
Apakah ini takdir atau suratan illahi?
Karena aku dahulu tak pernah mau mengadu
Jika memang begitu, tolong izinkan satu kali saja
Aku berdiam di antara rembulan yang menunggu
Di dalam keheningan malam yang sepi sendu
Akan kupanggil saja dia rindu, meski tak bernama
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H