Mohon tunggu...
Devy Arysandi
Devy Arysandi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Remahan Rakyat

Masih memanusiakan manusia dengan cara manusia hidup sebagai manusia yang diciptakan Tuhan untuk menjadi manusia sebaik-baiknya manusia.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Sebuah Seni untuk Tertawa

26 Agustus 2021   11:10 Diperbarui: 26 Agustus 2021   11:24 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Jika, Tuan dan Puan butuh hiburan

Bertandanglah kemari sekadar liburan

Lihatlah, negeri kami subur dan makmur bukan?

Indah nan permai dalam nyiur rayuan para taipan

Ssst, tapi jangan berisik nanti pulang bisa saja pakai baju tahanan

Hahaha...

Kami sudah terlampau bosan untuk bedebah dengan segala persetan

Perjudian budaya, baru saja menduduki muka pasar

Pandai pula orang asing itu berkelakar

Sampai-sampai, berhasil mengobralnya dalam sebuah permainan

Dari tirani yang berpeci dan berdasi

Sampai kaum intelek muda yang penuh ambisi

Mereka semua, pada gila main monopoli

Bisa-bisanya di atas meja birokrasi, mereka berselimut aspirasi

Lihatlah, Wahai Tuan dan Puan

Peleburan budaya bangsa sudah lumrah untuk menjadi bahan olokan

Kulit putih dan kulit hitam, harus dibedakan

Mata sipit, belo, apalagi jereng itu adalah topik pergunjingan

Hahaha...

Lucu bukan, Tuan dan Puan?

Kami yang "katanya" berbudaya, kami juga yang tak fasih berbahasa

Lagu kebangsaan saja, kami lupa liriknya

Lagu daerah? Haisss, sudahlah lama lepas dari ingatan

Tuan dan Puan, lagi-lagi ini bukan sindiran

Ini kenyataan hidup kami di tanah kejayaan

Yang dekat dengan tangan-tangan penjajahan

Karena kami dibutakan oleh peradaban

Budaya di negeri kami, bisa kapan saja hilang

Dicuri orang atau dilelang lewat sidang

Kalau masih terus menunggu untuk meniru negeri orang

Kapan kita menciptakan budaya untuk Pertiwi?

Kapan mau berbudaya dengan budaya kita sendiri?

Kapan akan berbahasa dengan bahasa sendiri?

Ingatkah, negeri kita yang teramat kaya ini?

Harum di mata para pahlawan yang terbujur kaku di balik nisan

Haruskah, ada gugur bunga yang kembali bernyanyi?

Lantas, apa yang selama ini telah kita lakukan?

Hanya menjadi penonton?

Hahaha...

Ini adalah salah satu seni bercengkrama dengan alam

Tertawalah, selagi Tuhan masih berbaik hati beri kesenangan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun