Mohon tunggu...
Devy Arysandi
Devy Arysandi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Remahan Rakyat

Masih memanusiakan manusia dengan cara manusia hidup sebagai manusia yang diciptakan Tuhan untuk menjadi manusia sebaik-baiknya manusia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Antara Tuhan

4 Agustus 2021   11:56 Diperbarui: 4 Agustus 2021   12:59 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Cinta Beda Agama, dok pribadi 

Ketika rasa itu hadir aku tak lagi mampu menahannya

Hadirnya sangat kunantikan

Meski kutahu rasa itu dapat membunuh diriku sendiri

Tapi inilah rasaku dengan segala caranya

Kukutip sebait sajak rasa yang ada dalam hati, rasa yang telah hadir itu kini telah membayar semua hasrat di jiwa.

Pernahkah kalian merasakan hal yang serupa dengan rasaku? Dimana rasa itu sangat dinantikan, tapi ketika rasa itu hadir ia dapat menjadi pembunuh. Ini yang kualami, akulah pemilik hati dari rasa tersebut. Aku manusia biasa yang tak mengerti apa-apa, sampai semesta mengajarkanku segala hal yang belum kuketahui sebelumnya. 

Kota Jakarta ini sebagai saksi bisunya, ia yang menyaksikan ketika rasa itu mulai membunuh diriku. Ketika suatu masa sutradara semesta menuliskan skenario dimana dua insan dipertemukan dalam sebuah ketentuan. Akan tetapi, ada sekat yang memisahkan keduanya.

Di antara Gereja Katedral dan Masjid Istiqlal cerita dua insan itu bermula, suatu pertemuan yang menyuratkan perbedaan di antara mereka. Gereja Katedral dan Masjid Istiqlal adalah tempat bersejarah bagi dua dimensi agama yang berbeda. Namun, berkaitan satu sama lain. 

Keduanya membangun suatu hubungan yang sarat akan makna dan menjadi tempat dua umat beragama berkomunikasi dengan Sang Pencipta. 

Antara Vatikan dan Baitullah memang berbeda dalam hal penafsiran ketuhanan. Akan tetapi, umat beragama di Indonesia khususnya Jakarta, perbedaan yang ada bukanlah penghalang toleransi, tapi menjadikan keberagaman tersendiri bagi setiap pasang mata. Itulah yang dicontohkan Katedral dan Istiqlal.

Lain halnya jika berbicara dengan hati, terlebih persoalan cinta, indah kedengarannya. Namun, apakah mungkin keindahan itu dapat bertahan? 

Ketika seorang laki-laki berkalung salib dan seorang muslimah menjatuhkan hati satu sama lain. Mungkinkah keduanya bersatu? Apakah Tuhan mengizinkan mereka melabuhkan tali kasih keduanya dalam ikatan suci sehidup semati?

Kini biarkan aku menjawab melalui kisah cinta terlarang itu karena inilah kisahku, cinta seorang laki-laki berkalung salib. Kisah yang bermula ketika aku seorang katolik dipertemukan dengan seorang muslimah dalam sebuah pertemuan yang telah kupaparkan sebelumnya. 

Sejak saat itu aku dan ia sering berkomunikasi karena jalinan pertemanan. Sampai akhirnya rasa itu benar-benar hadir dan mulai mengusik. Mustahil bagiku untuk meletakkan hati padanya, di antara kami terlalu banyak jurang pemisah yang dibatasi oleh pagar Tuhan.

Semesta rupanya tidak berkata demikian, sepertinya Tuhan memiliki rencana yang lain. Hingga membiarkan rasa di antara kami tumbuh dan berkembang menjadi cinta. 

Kami tahu itu dapat memicu pertikaian di antara kami, terlebih keluarga kami yang sama-sama memegang teguh keyakinan mereka masing-masing. Di sini aku tak mau menyalahkan siapapun dan aku akan mengikuti alur ini.

Kami terbiasa menghabiskan hari bersama dengan berkeliling kota, berkeliling kota memakai transportasi umum. Menurut kami sebagai warga DKI Jakarta yang baik sudah selayaknya menggunakan sarana dan prasarana yang tersedia, salah satunya dengan menggunakan Trans Jakarta.

Dengan demikian, kita telah berpartisipasi untuk mengurangi kemacetan yang menjadi masalah di Jakarta. Berkeliling kota menyaksikan kemegahan dan keindahannya dengan balutan cinta antara aku dan dia.

Alasanku mencintainya bukanlah karena nafsu seperti perkiraan orang disekelilingku. Akan tetapi, semua ini murni karena rasa itu, rasa yang telah membawaku padanya. Sempat terlintas dalam benakku untuk memilikinya, tapi aku terhenti tatkala ia menyudutkanku perihal perbedaan di antara kami.

Hiruk pikuk kehidupan seringkali membuatku jenuh. Salah satu cara untuk mengobatinya adalah dengan berkunjung ke tempat favorit masa kecilku, yakni Monumen Nasional atau lebih dikenal dengan sebutan "Monas". Dari Monas kita dapat melihat sisi kota dari berbagai masa, melihat kejayaan kota dan perjuangan dalam meraih kejayaan itu. 

Di dalam Monas kita dapat mendengarkan rekaman suara Sang Proklamator bangsa dan di puncak Monas kita dapat menyaksikan megahnya Kota Jakarta dari ketinggian. Tak lupa, suguhan kuliner yang menggugah selera siap memanjakan setiap lidah. Tentunya, dengan berbagai kuliner khas Betawi.

Makanan favoritku ketika di Monas adalah kerak telor. Kerak telor sendiri merupakan makanan yang terkenal karena rasanya yang khas dan sarat akan nilai budaya yang menambah eksotismenya bagi para pencinta kuliner. 

Walaupun, Jakarta dikenal dengan kemegahannya, tapi semua ini dapat kita nikmati tanpa merogoh kocek dalam-dalam. Sisi lain dari Jakarta di mata dunia adalah kekayaan budayanya. 

Budaya yang unik dan melegenda masih dapat kita jumpai dengan mengunjungi cagar budaya. Masih ada segelintir orang yang meletarikan budayanya, merekalah para seniman hebat. Mereka patut dijunjung sebagai pahlawan budaya karena tanpa mereka Jakarta akan lupa dengan jati dirinya sendiri.

Hampir dua tahun lamanya aku mengembara untuk menemukan jalan keluar yang tak pasti. Sampai suatu ketika, hatiku tersentuh ketika mendengar lantunan ayat suci Al-Qur'an yang didengungkan olehnya. Aku tidak tahu roh apa yang telah merasuki tubuhku ketika itu. 

Hingga aku memberanikan diri dan berkata padanya. "Aku ingin mengenal Islam." Ia yang mendengar ucapanku, menatapku erat tanpa berbicara sepatah kata. Hingga kami tak menyadari air mata yang telah membasahi pipi sedari tadi. Niatku tulus dari hatiku yang terdalam, tanpa paksaan ataupun yang lainnya. Aku meyakinkannya untuk benar-benar mengenal dan mempelajari Islam.

Sejak saat itu, aku mulai mempelajari Islam dari berbagai sumber yang kujadikan sebagai guru, termasuk dirinya. Aku melakukan semua ini tanpa sepengetahuan keluargaku karena aku tahu apa yang akan terjadi ketika mereka mengetahui semua ini. Sampai suatu hari, aku mengutarakan niatku kepada mereka. 

Reaksi yang kuterima adalah cacian, makian, bahkan mereka menghujatku sebagai pengkhianat kristus. Mereka menagih janji baptisku selama ini. Sontak aku tak kuasa menahan tangis, begitu juga keluargaku karena mereka begitu terkejut dengan keputusanku.

Aku mencoba untuk melupakan keinginanku itu, tapi semakin lama keinginan itu semakin mengakar dalam hati. Terlebih, dukungan dari keluarganya yang bersedia membimbingku dan menerimaku apa adanya. Hatiku tergerak dan kukuatkan tekad untuk melangkah perlahan. 

Selama perjalanan aku alami pergulatan hebat dalam hidupku. Terkadang tersendat layaknya kemacetan di kota. Akan tetapi, aku bertahan meneruskan perjalananku. Aku mencintai mereka, tapi pilihan yang kuhadapi terlalu berat. Ia yang mengetahu kegundahanku, memberikan semangat untukku tanpa memaksaku untuk mengikutinya.

Sampai pada akhirnya, aku tak menyangka keluargaku terketuk pintu hatinya. Mereka menerima keputusanku, bahkan di antara mereka ada yang mengikuti langkahku. Keluargaku menghantarkanku ke gerbang kehidupanku yang baru menjadi seorang mualaf. 

Saat itulah aku resmi menjadi seorang muslim dan menanggalkan kalung salib di leherku. Tak lupa kehadirannya yang menjadi saksiku ketika mengikrarkan dua kalimat syahadat. Walaupun, aku dan keluargaku berbeda, tapi rasaku takkan pernah memudar. Aku akan mencontoh kerukunan antara Katedral dan Istiqlal yang mencintai setiap perbedaan yang ada.

Cinta telah membuka mata hatiku. Cinta telah mendobrak pagar Tuhan itu dan mempersilahkan aku dan ia melabuhkan cinta suci kami. Sang Maha Cinta telah menakdirkan aku untuk menjaganya. 

Meskipun, sebelumnya rasa itu ingin membunuhku. Aku atau ia yang lebih dulu kembali, kami berjanji akan tetap bersama sampai di keabadian kami nanti. Inilah jawabku untuk semua pertanyaan itu.

Sebuah kisah cinta yang penuh drama dan Kota Jakarta telah menjadi saksi pembuktian cinta itu. Aku berharap kisah ini tak lekang oleh waktu, seperti kejayaan Kota Jakarta yang menjadi catatan sejarah kehidupan.

Salam cintaku untuk para pemilik rasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun