Mohon tunggu...
Devy Arysandi
Devy Arysandi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Remahan Rakyat

Masih memanusiakan manusia dengan cara manusia hidup sebagai manusia yang diciptakan Tuhan untuk menjadi manusia sebaik-baiknya manusia.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Elegi Nusa dan Antara

14 Juli 2021   21:07 Diperbarui: 14 Juli 2021   21:09 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bu, aku ini bukanlah orang yang pintar

Hanya tamatan SD, mau dibuat apa ijazahku ini?

Tidak bisa ibu banggakan kepada tetangga di sebelah kamar

Yang ada, kita akan diejek karena tak tahu diri

Aku...

Aku putus sekolah bukan karena aku malas kan, Bu?

Kemarin kita telah mencoba, tapi tidak diterima sampai depan pintu

Melewati batas kaki saja, kita tak boleh memasuki tempat suci itu

Bertandang kesana, kita harus punya malu, Bu

Padahal, kita ini diberi hak asasi

Bukankah sudah pantas kita perjuangkan?

Ke mana? Ke mana sisa-sisa nurani yang masih berdiri untuk pertiwi ini?

Apa sudah menghilang seiring zaman?

Kita ini bangsa besar, tapi mengapa segalanya lepas dari jangkauan

Memandang saja, sudah dibedakan satu dengan yang lainnya

Dulu...

Kita boleh bergotong-royong membangun jalan dari Anyer sampai Panarukan

Sekarang, malah terbatas oleh tembok tinggi bersekat kasta

Mungkin, aku tak mengerti ilmu dunia

Karena untuk membaca saja, aku masih mengeja

Tapi aku fasih dalam berbahasa

Setidaknya, aku mengerti jeritan rakyat biasa

Begitu ironis, Bu

Disaat banyak air mata yang jatuh membela kemerdekaan

Ketika nyawa, harus dibayar oleh darah pengorbanan

Martabat bangsa, malah dilebur menjadi abu

Lalu, bagaimana dengan nasib istri yang menjanda?

Bagi mereka, anak-anak yang terlanjur menjadi yatim dan piatu

Apa boleh aku tertawa?

Menyaksikan pemandangan bodoh yang tersaji di punuk lembu

Bagi mereka!

Bagi mereka yang menari dengan luka di badannya

Membawa, membawa segenggam harapan pada mangkuk kecil di tangannya

Bukan, untuk membalas dan meminta belas kasihan

Tapi sudikah manusia memberikan sedikit asa untuknya?

Semoga, salamku ini sampai ke pangkuan pertiwi

Lekaslah sembuh dari pesakitan

Jangan meringkuk lagi

Bangkitlah!

Bangkitlah dengan semangat kebangsaan!

Meskipun...

Meskipun ibu pernah berkata,

"Kita ini orang kecil, tahu apa tentang persoalan rumit ini, bisa hidup sampai esok saja, itu sudah cukup. Jangan tanyakan lagi pada 'mereka' yang ada di sana"  (Tangan ibu menunjuk sebuah gedung putih, berlambang Garuda yang begitu gagah).

Namun, ada bias kesedihan di matamu, Bu

Aku tahu, itu karena cintamu pada bangsa

Takkan lagi aku bertanya, mengapa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun