MENAPAKI KENANGAN
____________
Bermula lirikan manta bundar, berkulit sawo matang
Dengan alis yang melengkung bak iring semut
Kutatap, lalu kutanya diri, ia siapa?
Kucari-cari tentangnya, ternyata saudara
Tak banyak kata bertemu dengan kata dalam ucap
Tak ada tegur sapa yang panjang
Tak ada canda yang hangat untuk dibicarakan
Hanya sapaan lepas lantaran berpapasan di jalan sekolah
Tahu-tahunpun belalu
Akupun lepas dari sekolah
Tak ada rintik hujan untuk dikenang
Tak ada candaan untuk diulang
Semuanya berlalu dengan biasa saja
Tahun-tahunpun berjalan,
Hampir tak pernah melihatnya lagi
Sesekali saja saat lebaran tiba, itupun masih dengan kecanggungan
Hingga aku lulus juga dengan meninggalkan kecupuan
Tak lama kemudian
Akupun masuk kuliah di tempat pilihan
Di situlah aku bertemu dengannya lagi
Saling mencari atas nama saudara
Mencoba untuk saling berbagi papa atas keterbatasan yang ada
Semakin hari ia berani menyapa
Semakin hari ia berani berbicara
Hingga sampai ia berani bermanja.
Bahkan meminta apa saja yang ada aku bisa
Aku biarkan, aku tak menolak
Bagiku itulah saudara harus saling berbagi apa saja yang dibisa
Berbagai kegiatan saling membuat kami dipertemukan
Tempat kuliah yang tak jauh membuat kami sering bertatap atau sekedar untuk saling mencari
Entah tentang Leptop atau apa saja yang bisa untuk dibagi
Ia memberanikan diri untuk meminta untuk dibawa
Akupun mengiyakan
Itu yang pertama kali dan seterusnya.
Terkadang, pertengkarang terjadi untuk saling menggungguli
Membuli tak ayal sering terjadi
Namun, lagi-lagi kami tetap saling mencari
Tak sedikit kadang saling menjaili lagi
Ia adalah perempuan yang pertama aku bawa
Dengan motor yang aku punya untuk meintasi desa,
Bagiku itu tak mengapa, karena membawa saudara itu biasa
Namun, lagi-lagi banyak keluarga mulai curiga
Bagiku, itu sudah biasa untuk sebuah keluarga
Kamipun semakin dekat, orang-orangpun ikut terpikat
Tak sedikit aku mengantarnya ke mana ia mau.
Lagi-lagi, bagiku itu adalah kewajaran untuk saling membantu atas nama saudara
Hari berganti hari,
Bulan berganti bulan,
Tahunpun berganti tahun
Pertengkaran berganti rindu yang sendu
Kami sibuk dengan skolah yang harus diperhatikan
Namun sisi hati untuk cari saudara selalu ada
Hingga sampai pada sebuah pernyataan
"Hanya aku yang diijinkan untuk membawanya"
Aku tak tahu, maksud keluarga itu apa
Apakah aku sekedar dipercaya atau apa
Bagiku saat itu, dijalani saja tampa ada pengakuan
Sesama saudara harus saling ada untuk sebuah apa
Pernah suatu waktu
Aku tengah ada ditengah ladang lagi bekerja
Kubuka HP ada sapa, "Ayok datang, aku nginap di sini"
Ku iyakan, lalu bergegas, pergi ke tempatnya
Kutemui dia,
Kutepati janji untuk bertemu di malam hari di rumah saudara
Lagi-lagi kami saling membuli berkali-kali
Hingga Mustika Sion menjadi nama untuk dikenang selamanya
Malam itu begitu temaram
Kamipun duduk disampiran kali berteman rembulan
Kusapa ia, ia pun menyapa
Pembicaraan hanya dipenuhi canda dan tawa
Tak sedikit membuatnya menangis
Bukan tangisan kesedihan, namun tangisan persaudaraan
Itu yang kutahu dari sekaan air matanya
Atau pukulannya yang menjadikan punggungku menjadi saksi bisu untuknya
Perlahan, waktu mulai memuncak
Kutahu ia bersama kekasihnya
Namun sering kali ia tidak mengakuinya
Ia hanya percaya dirinya cantik dan jelita yang menagih pengakuanku
Berkali-kali ia tanya, "Apakah aku cantik?"
Berkali-kali juga aku membisu tak berkata
Kupendam pengakuanku karena itu adalah rahasia
Perlahan waktu semakin sendu,
Aku mendengar ia menikah dengan seorang Doktor
Waktu berdetak seketika pelan diantara desas-desus pernikahanya
Kuucap, "Alhamdulia". Jodohnya telah datang
Satu sisi kuucap "Innalillah,
Satu diantara keceriaan dengan saudara kini hilang
Kurelakan, kudoakan, komohonkan
Meski, kadang keluarga menatap wajahku berharap ada kesedihan
Tak ada yang kuseka sekedar air mata
Kusimpan dalam hati, lalu kucoba hembuskan dari nafas-nafasku yang lirih
Berkali-kali kami mengenang untuk saling menyapa lewat media massa
Mustika Sion, mulai berpendar dan menyala
Tapi tak seterang dulu
Berpendar lagi, lalu redup lagi
Kemudian disimpan dibilik kenangan selamanya
Kukatakan padanya hari ini,
"Bibirku tersenyum bila mengenang Mustika Sion"
Namun, ia menjawab "malah aku bersedih"
Rindu akan hari-hari yang begitu mengesankan
Lala kukatakan padanya,
"Tempat terjauh yang kutahu saat ini adalah masa lalu. Jika itu pantas untuk dikenang dan melukis senyuman di bibir, maka laluilah dengan kenangan. Hanya tapak kenangan yang bisa menjalani rasa untuk menyusuri waktu dalam sisa ingatan kita."
Sorong, 04 Juni 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H