Mohon tunggu...
Ismail Marzuki
Ismail Marzuki Mohon Tunggu... Dosen - Hidup ini layaknya cermin, apa yang kita lalukan itulah yang nampak atau kita hasilkan

Memiliki banyak teman adalah kebahagiaan yang tak terkira. Senyum selalu dalam menjalani hidup akan memberi makna yang membekas dalam tiap bait hari-hari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bapak Itu Tidak Berani Saja!

17 Oktober 2016   17:42 Diperbarui: 17 Oktober 2016   18:01 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Saya punya analogi pak dalam masalah ini. Mungkin ini akan membuat kita yakin atas kebesaran tuhan. Bukan bermaksud menggurui bapak nih. Kita sama-sama ketahui pak, bahwa tidak ada jalan yang tidak terbuka. Tidak ada masalah yang tidak selesai. Tidak ada mahluk yang tidak diberi rizki selama kita mencari dan terus mencari. Analogi yang saya maksud adalah mana duluan pak, apakah kita cari rumput dulu baru membeli kambing atau kambing dulu yang kita beli baru mencari rumput?”

“Pertanyaan yang sangat langka. Sejenak saya berpikir tentang pertanyaan yang dilontarkan kepadaku. “Kambing dulu harus ada baru kita cari rumput”.

“Benar sekali jawaban bapak. Begitu juga menikah pak. Kita harus menikah dulu baru mencari nafkah atau beristri dulu baru mencari rizki. Boleh-boleh saja kita mencari rizki, setelah mampu dan matang, baru kita menikah. Tapi kalau terlalu memikirkan rizki mulu, sepertinya kita tidak yakin dengan kebearan tuhan. Bahwa Dia maha memberikan rizki. Dan kita tidak akan pernah punya keberanian untuk menikah pak”.

Lagi-lagi ia menyadarkanku. Bahwa selama ini aku masih ragu dengan diriku dan tuhan yang kuyakini besar dan Maha kuasa atas segala sesuatu.

“Cuman itu mungkin pendapat saya pak atas masalah bapak selama ini. Itu juga yang menjadi filing saya saat bapak bercerita masalah rasa kemarin maupun hari ini. Karena bapak akan berangkat pulang sore ini ke Sumbawa, saya berharap bapak berpikir selama perjalanan sambil menikmati pemandangan jalan Jawa Timur. Semoga perjalanan bapak selamat tanpa rintangan. Aamiin…”.

***

Selama perjalanan dengan bus Titian Mas. Saya berpikir keras atas pernyataan Ikhlas “Bapak kurang berani jujur, coba bapak beranikan diri satu kali saja pada orang yang bapak suka”. Pernyataan itu selalu tergiang menyiksa kepalaku. Pernyataan itu benar adanya, selama ini aku tidak pernah berani mengungkapkan rasa cinta yang kumiliki. Sehingga banyak diantara orang yang kucintai diambil duluan oleh orang lain. Lantaran penyakit tidak berani ini. Aku berjanji pada hidupku mulai hari ini untuk berani mengatakan dengan jujur pada perempuan manapun yang kucintai. Aku tidak ingin dikatakan orang yang tidak normal dan lain sebagainya. Telat menikah memang penyakit yang menyiksa. Itu yang ku alami selama 35 tahun. Sudah saatnya aku tidak memikirkan apakah aku diterima atau ditolah oleh orang yang kucintai . Usiaku sudah senja, sudah saatnya saya jujur dan berani. Bisa-bisa aku tidak akan pernah merasakan pernikahan kalau aku seperti ini terus.

Bus pun melaju bersama keberaniannya.

Senin, 17 Oktober 2016

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun