Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Duel di Badar: Ali vs Walid

14 Desember 2024   20:52 Diperbarui: 14 Desember 2024   21:45 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Duel Ali vs Walid | republika

"Siapa di antara kalian yang berani menantangku? Atau kalian semua hanya bisa sembunyi di balik jubah Muhammad?" teriak Walid bin Utbah dengan suara lantang, suaranya bergema di antara lembah Badar. Ia berdiri tegak di tengah arena, pedang besar di tangannya berkilauan terkena sinar matahari pagi. Setiap ayunan pedangnya seperti ancaman maut, dan tatapan matanya menyiratkan keangkuhan.

Pasukan Quraisy yang berada di belakangnya bersorak, menyemangati jagoan mereka. Walid menatap ke arah pasukan Muslim dengan seringai sinis, seolah-olah kemenangan sudah di genggamannya.

Di barisan pasukan Muslim, suasana penuh ketegangan. Beberapa dari mereka saling memandang, sadar bahwa Walid bukanlah lawan biasa. Namun, di tengah mereka, Nabi Muhammad SAW berdiri dengan tenang, memberikan rasa percaya diri kepada pasukannya.

Rasulullah melirik Ali bin Abi Thalib yang berada di dekatnya. "Bangkitlah, wahai Ali," sabdanya lembut namun penuh keyakinan. "Hadapi Walid, dan serahkan hasilnya kepada Allah."

Ali berdiri tegak, tubuhnya terlihat kokoh namun penuh kerendahan hati. Dengan langkah mantap, ia maju ke tengah arena. Sorak takbir mengiringinya, menggema dari barisan pasukan Muslim, "Allahu Akbar! Allahu Akbar!"

Walid menyipitkan matanya, memandang Ali dari kepala hingga kaki. Ia tertawa keras, "Kau? Hanya anak muda seperti ini yang kalian kirim untuk melawanku? Kau tidak lebih dari seekor anak kambing di hadapan singa, Ali!"

Ali tidak terpengaruh ejekan itu. Ia menjawab dengan suara tenang, namun penuh keyakinan, "Aku di sini bukan untuk membuktikan diriku, Walid. Aku di sini untuk membela kebenaran, atas nama Allah."

Baca juga: Artikel ke-600

Walid tidak menunggu lebih lama. Dengan teriakan keras, ia menyerang Ali, mengayunkan pedangnya dengan kekuatan penuh. Tebasan itu mengarah langsung ke kepala Ali, namun Ali dengan sigap mengangkat pedangnya, menangkis serangan itu. Suara dentingan logam memecah udara, memantul ke seluruh lembah.

Serangan Walid datang bertubi-tubi, seperti badai yang tidak memberi kesempatan untuk bernapas. Tebasan demi tebasan terus menghujani Ali, memaksa langkahnya mundur. Pasir di bawah kaki mereka beterbangan, menciptakan kabut tipis yang menambah dramatis suasana.

Namun Ali tetap tenang. Gerakannya seperti air yang mengalir, selalu menemukan jalan untuk menahan setiap serangan. Ia tidak menyerang balik, hanya bertahan, membuat Walid semakin penasaran dan frustasi.

"Kenapa kau hanya bertahan? Apakah kau takut menyerangku, Ali?" Walid mengejek di sela-sela serangannya.

Ali tersenyum tipis. "Kesabaran adalah senjata yang lebih tajam daripada pedangmu, Walid. Kau akan tahu artinya segera."

Walid mulai kelelahan. Napasnya memburu, keringat membasahi wajahnya. Setiap tebasan pedangnya semakin lambat, dan gerakannya mulai kehilangan tenaga. Ali melihat celah ini.

Dengan gerakan kilat, Ali memutar tubuhnya, menghindari tebasan Walid yang terlalu tinggi. Ia melompat sedikit ke samping, lalu melancarkan serangan pertamanya. Pedangnya memotong udara, langsung mengarah ke bahu kanan Walid. Serangan itu begitu cepat sehingga Walid tidak sempat menghindar.

Tebasan itu membuat Walid tersentak mundur, darah mengalir dari bahunya. Ia menggeram, mencoba melawan dengan serangan balasan. Namun Ali sudah membaca gerakannya. Dengan langkah gesit, Ali bergerak ke belakang Walid, menghindari tebasan liar itu.

Ali kembali menyerang, kali ini pedangnya mengarah ke dada Walid. Suara benturan logam terdengar keras ketika pedang itu menembus zirah Walid. Walid terhuyung, matanya melebar, penuh ketidakpercayaan.

"Aku bertarung dengan keyakinan, Walid," ujar Ali dengan suara rendah, namun cukup keras untuk didengar oleh semua orang di sekitar mereka. "Bukan kekuatan manusia yang membawa kemenangan, melainkan pertolongan Allah."

Walid mencoba berbicara, namun tubuhnya lemah. Ia jatuh ke pasir, pedangnya terlepas dari genggaman.

Ali berdiri kokoh di atas tubuh Walid yang terkapar. Ia menghunus pedangnya, menatap Walid dengan tatapan iba. Kemudian ia melangkah mundur, tidak memberi penghinaan lebih lanjut kepada musuhnya yang sudah kalah.

Sorak takbir menggelegar dari barisan pasukan Muslim, membelah langit lembah Badar. "Allahu Akbar! Allahu Akbar!" Mereka menyaksikan keberanian dan keterampilan Ali sebagai bukti bahwa kemenangan tidak selalu ditentukan oleh kekuatan fisik, melainkan oleh iman yang teguh.

Di kejauhan, Rasulullah SAW tersenyum, wajahnya penuh rasa syukur. Peristiwa ini menjadi pelajaran penting bagi seluruh pasukan Muslim: bahwa dengan keyakinan, keberanian, dan kesabaran, mereka mampu menghadapi musuh yang lebih besar dan lebih kuat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun