Sebagai umat Muslim, menjadikan Rasulullah SAW sebagai suri teladan bukan sekadar anjuran, melainkan perintah Allah SWT yang tegas dalam Al-Qur'an. Dalam surat Al-Ahzab ayat 21, Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, serta banyak menyebut Allah."
Rasulullah SAW adalah figur pemimpin sempurna yang kepribadiannya mencakup semua aspek kehidupan: ayah, suami, pedagang, hingga kepala negara. Namun, di balik kesempurnaan itu, ada empat sifat utama yang menjadi pilar keberhasilan kepemimpinannya: Siddiq, Amanah, Tabligh, dan Fathonah.
Sifat-sifat ini bukan sekadar untuk dikenang, tetapi harus diupayakan oleh setiap pemimpin---termasuk kita semua---dalam menjalankan peran apa pun.
Siddiq: Kejujuran Tanpa Cela
Siddiq berarti benar dan jujur. Rasulullah SAW tidak pernah menyimpang dari kebenaran, baik dalam menyampaikan wahyu maupun dalam keseharian. Bahkan, dalam canda pun beliau tidak pernah berdusta.
Allah SWT mengabadikan sifat ini dalam surah An-Najm ayat 3-5:
"Dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) menurut keinginannya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)."
Seorang pemimpin yang jujur mampu memenangkan kepercayaan rakyatnya. Rasulullah SAW sendiri memperingatkan:
"Tiada seorang yang diamanati oleh Allah memimpin rakyat, lalu ketika ia mati masih menipu mereka, melainkan Allah mengharamkan baginya surga." (HR. Bukhari dan Muslim).
Pertanyaannya, seberapa jujur para pemimpin kita hari ini menepati janji mereka saat dilantik?
Amanah: Memegang Kepercayaan dengan Tanggung Jawab
Amanah berarti dapat dipercaya, seperti yang ditekankan dalam surah An-Nisa ayat 58:
"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya..."
Seorang pemimpin yang amanah tidak hanya memegang tanggung jawab kepada manusia, tetapi juga kepada Allah. Ia harus mendahulukan kepentingan rakyat di atas keuntungan pribadi. Dengan dana triliunan rupiah untuk membangun negeri, akankah setiap rupiah benar-benar dirasakan manfaatnya oleh rakyat?
Pemimpin yang amanah tidak hanya berjanji, tetapi benar-benar bekerja untuk rakyatnya tanpa mencampuradukkan niat pribadi.
Tabligh: Menyampaikan dan Berkomunikasi dengan Baik
Tabligh artinya menyampaikan. Dalam konteks kepemimpinan, ini berarti komunikatif dan terbuka. Allah SWT berfirman:
"Wahai Rasul! Sampaikanlah apa yang diturunkan Tuhanmu kepadamu..." (QS. Al-Maidah: 67).
Pemimpin yang memiliki sifat tabligh selalu mendengar, berbicara, dan berkomunikasi dengan rakyatnya. Ia tidak hanya muncul saat butuh suara, tetapi hadir di tengah-tengah rakyat dengan kejujuran dan solusi nyata.
Namun hari ini, kita sering bertanya: Mengapa banyak pemimpin lebih suka bicara di atas podium daripada mendengar keluhan warganya?
Fathonah: Kecerdasan dalam Memimpin
Fathonah berarti cerdas dan bijak. Pemimpin yang cerdas mampu merancang strategi, menyelesaikan masalah, dan mengambil keputusan dengan adil. Surah Al-An'am ayat 83 menyebutkan:
"Dan itulah hujah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya..."
Cerdas bukan berarti hanya memiliki banyak gelar, tetapi mampu merumuskan solusi untuk bangsa. Ia tahu kapan harus bertindak dan bagaimana cara melakukannya demi kepentingan bersama.
Jika kecerdasan pemimpin tidak digunakan untuk kebaikan, lalu siapa yang akan memikirkan rakyat?
Keempat sifat ini bukan hanya untuk mereka yang memegang tampuk kekuasaan, tetapi juga untuk kita sebagai pemimpin di keluarga, pekerjaan, dan lingkungan. Semoga mereka yang terpilih dalam pilkada dan pemilu menjadi pemimpin yang meneladani Rasulullah SAW.
Dan bagi kita, mari bertanya: Sudahkah kita memimpin diri sendiri dengan Siddiq, Amanah, Tabligh, dan Fathonah?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H