Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Proyek Neurostimulasi

25 Juni 2024   21:45 Diperbarui: 25 Juni 2024   22:07 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: dokpri, drawn by ai

Andrew duduk di meja belajarnya, menatap layar komputer yang dipenuhi catatan dan diagram anatomi. Malam itu seperti malam-malam sebelumnya, dipenuhi dengan studi dan persiapan untuk ujian akhir. Ambisi Andrew untuk menjadi seorang dokter terkenal mendorongnya untuk selalu bekerja keras dan berusaha lebih dari yang lain.

Namun, ada satu masalah yang terus membayanginya, Andrew sangat membutuhkan dana untuk melanjutkan penelitian pribadinya tentang potensi pengobatan baru untuk penyakit Alzheimer. Dana dari universitas sangat terbatas, dan semua proposal pendanaannya ditolak. Andrew merasa putus asa, melihat impiannya semakin jauh dari jangkauan.

Di tengah kegelisahannya, Andrew mendapat undangan makan malam dari Profesor Malcovich, dosen kontroversial di fakultas kedokteran yang dikenal karena metode pengajarannya yang tidak konvensional dan penelitiannya yang sering melampaui batas etika. Dengan sedikit harapan, Andrew memutuskan untuk menghadiri undangan tersebut.

Baca juga: Dendam Masa Lalu

Saat makan malam, Profesor Malcovich langsung ke inti permasalahan. "Andrew, saya mendengar tentang penelitianmu. Menjanjikan, namun sayangnya, kamu kekurangan dana, bukan?"

Andrew mengangguk, merasa sedikit malu. "Ya, Profesor. Saya sudah mencoba segalanya, tetapi tidak ada yang mau mendanai penelitian saya."

Profesor Malcovich tersenyum, sebuah senyuman yang di baliknya tersembunyi maksud tertentu. "Kamu tahu, Andrew, saya punya proyek rahasia yang membutuhkan seseorang yang cerdas dan ambisius seperti kamu. Jika kamu setuju untuk membantu saya, saya akan memastikan penelitianmu didanai sepenuhnya."

Andrew merasa terkejut, "Proyek rahasia apa, Prof?"

Profesor Malcovich menghela napas, menatap Andrew dengan tatapan serius. "Ini adalah eksperimen neurostimulasi untuk memodifikasi persepsi dan pikiran manusia. Teknologi ini masih dalam tahap pengembangan dan belum diuji secara etis. Jika berhasil, ini bisa menjadi revolusi dalam ilmu kedokteran. Tapi tentu saja, ini sangat rahasia."

Andrew terkejut sekaligus dirambati kebingungan. Dia tahu ini bisa menjadi kesempatan untuk mencapai tujuannya, tetapi harga yang harus dibayar tampaknya sangat tinggi. Akhirnya, dengan berat hati, Andrew setuju untuk membantu Profesor Malcovich, berharap bahwa manfaat yang didapat akan lebih besar daripada risikonya.

Keesokan harinya, Andrew mendatangi laboratorium Profesor Malcovich yang tersembunyi di basement fakultas. Profesor Malcovich menyambutnya dengan senyum yang misterius. "Selamat datang, Andrew. Saya butuh seseorang seperti kamu, seseorang yang berani dan ambisius."

Andrew mendengar penjelasan Profesor Malcovich tentang eksperimen ini. Mereka menggunakan teknologi neurostimulasi untuk memodifikasi persepsi dan pikiran manusia. Teknologi ini masih dalam tahap pengembangan dan belum diuji secara etis. Andrew yang awalnya ragu, akhirnya setuju setelah mendengar janji tentang potensi besar penemuan ini.

Eksperimen dimulai dengan Andrew sebagai subjek. Pada awalnya, semuanya tampak biasa saja. Namun, beberapa hari setelahnya, Andrew mulai merasakan perubahan. Dia melihat hal-hal yang tidak ada, mendengar suara-suara aneh, dan kadang-kadang merasa seperti berada di dua tempat sekaligus. Dia mulai meragukan realitas di sekitarnya.

"Ini tidak mungkin nyata," gumam Andrew pada dirinya sendiri, mencoba meyakinkan dirinya bahwa semua ini hanyalah imajinasi.

Semakin hari, keadaan Andrew semakin memburuk. Realitas dan ilusi mulai bercampur aduk. Dia sering terbangun di tempat-tempat yang tidak dia ingat bagaimana dia sampai di sana. Andrew merasa seperti hidup dalam mimpi buruk yang tiada akhir. Dia mulai menyelidiki lebih dalam tentang eksperimen ini, berharap menemukan jawaban.

Andrew mengunjungi laboratorium Profesor Malcovich lagi, berharap mendapatkan penjelasan. Namun, Profesor Malcovich hanya memberi jawaban ambigu. "Semua ini adalah bagian dari proses, Andrew. Kamu hanya perlu bersabar. Dan, kamu akan mendapatkan sesuatu yang luar biasa."

Kegelisahan Andrew semakin meningkat. Dia menemukan catatan rahasia di laboratorium yang menunjukkan bahwa tujuan eksperimen ini sebenarnya adalah untuk mengendalikan pikiran manusia, menciptakan alat untuk manipulasi mental. Profesor Malcovich berencana menggunakan teknologi ini untuk kepentingan pribadi demi kekuasaan.

Andrew merasa terjebak. Dia tahu bahwa dia harus mengungkap kebenaran ini, tetapi dia juga takut akan efek yang semakin merusak pikirannya. Dalam keadaan putus asa, Andrew menghadapi Profesor Malcovich.

"Profesor, ini sudah kelewatan! Apa yang sebenarnya Anda rencanakan?" tanya Andrew.

Profesor Malcovich tersenyum dingin. "Kamu sudah terlalu jauh untuk mundur, Andrew. Eksperimen ini adalah kunci untuk masa depan. Jika kamu bisa melewati ini, kamu akan menjadi bagian dari sesuatu yang besar."

Andrew merasa pikirannya terbelah. Dia ingin menghentikan eksperimen ini, tetapi dia juga tidak ingin mengorbankan ambisinya. Dalam pergulatan batinnya, Andrew akhirnya memutuskan untuk melanjutkan perjuangannya mengungkap kebenaran, meskipun itu berarti mempertaruhkan kewarasannya sendiri.

Malam itu, Andrew memutuskan untuk menyusup ke laboratorium dan mengambil bukti yang cukup untuk menghentikan eksperimen ini. Saat dia menggali lebih dalam, efek neurostimulasi semakin kuat. Andrew mulai melihat bayangan-bayangan gelap mengepungnya, suara-suara berbisik di telinganya, dan dinding laboratorium terasa seperti bergerak.

Dengan usaha keras, Andrew berhasil mengumpulkan bukti dan melarikan diri dari laboratorium. Dia tahu bahwa dia harus cepat, karena Profesor Malcovich pasti akan menyadari apa yang telah dia lakukan.

Dalam keputusasaan, Andrew menghubungi seorang jurnalis investigasi yang dia percayai. Dia memberikan semua bukti yang dia miliki dan menceritakan segala sesuatu yang terjadi. Jurnalis itu berjanji untuk membantu mengungkap kebenaran.

Namun, efek neurostimulasi semakin tak terkendali. Andrew mulai kehilangan kesadaran tentang realitas. Dia tidak lagi bisa membedakan antara mimpi buruk dan kenyataan. Dalam kekacauan pikirannya, dia merasa seperti dikejar oleh bayangan-bayangan gelap yang berusaha menangkapnya.

Hari-hari terakhir Andrew dihabiskan dalam ketidakpastian. Dia sering terbangun di tempat yang tidak dia kenal, tanpa ingatan bagaimana dia bisa sampai di sana. Pikiran dan realitasnya bercampur menjadi satu.

Suatu malam, Andrew menemukan dirinya di atap gedung fakultas kedokteran. Angin malam yang dingin menyapu wajahnya, membawanya kembali pada sedikit kesadaran. Dia melihat ke bawah, menyadari betapa tingginya tempat dia berdiri. Pikiran tentang melompat tiba-tiba terlintas di benaknya.

"Ini bukan kenyataan," bisik Andrew pada dirinya sendiri. "Aku harus melawan ini."

Dengan sisa-sisa kekuatan mental yang dia miliki, Andrew memutuskan untuk turun dan mencari bantuan. Dia tahu bahwa jika dia bisa bertahan sedikit lebih lama, jurnalis itu akan mengungkap kebenaran dan menghentikan eksperimen ini.

Keesokan harinya, berita tentang eksperimen ilegal di fakultas kedokteran tersebar luas. Profesor Malcovich ditangkap, dan semua bukti yang Andrew kumpulkan menjadi senjata yang menghancurkan rencana jahat profesor tersebut.

Namun, bagi Andrew, perjuangan belum berakhir. Efek neurostimulasi telah merusak pikirannya. Dia ditempatkan di sebuah fasilitas pemulihan mental, di mana dia harus berjuang untuk memulihkan kewarasannya. Setiap hari adalah pertarungan antara kenyataan dan ilusi, antara kewarasan dan kegilaan.

Dalam surat terakhirnya kepada jurnalis itu, Andrew menulis, "Meskipun aku mungkin tidak bisa kembali seperti semula, aku tahu bahwa aku telah melakukan hal yang benar. Harga dari pengetahuan kadang terlalu mahal, dan batas antara realitas dan pikiran manusia sangatlah rapuh. Aku hanya berharap bahwa kisahku bisa menjadi peringatan bagi mereka yang datang setelahku."

Dengan kata-kata tersebut, Andrew menerima nasibnya, menyadari bahwa dalam perjuangannya, dia telah menemukan kebenaran yang lebih besar tentang dirinya sendiri dan dunia di sekitarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun