Paginya, Nick terbangun dengan rasa tak tenang. Emily belum kembali, dan panggilan teleponnya tak terjawab. Dia menghubungi polisi, tetapi intuisi mantan agennya mengatakan ada yang salah.Â
Pukul 06.55
Nick menerima informasi dari polisi, mobil Emily ditemukan di sebuah jalan terpencil dengan pintu terbuka, dan kaca depan pecah. Rasa khawatirnya berubah menjadi kepanikan.
Pukul 07.40
Nick menerima panggilan telepon dari nomor tak dikenal. Suara di seberang sana tak asing baginya. Suara itu adalah suara musuh lamanya, Victor, yang sebenarnya sudah dianggapnya tenggelam dalam bayang-bayang masa lalu.
"Nick, kau pasti merindukan anakmu," sapa Victor dengan nada mengejek. "Kau ingat aku, bukan?"
Nick merasakan kemarahan mendidih. "Di mana Emily? Apa yang kau lakukan padanya?"
Ketika Nick mendengar suara Victor, ingatannya memutar memori 12 tahun silam. Memori tentang "Operasi Phoenix" menyala kembali dalam benaknya. Nick tahu persis seberapa dalam kebencian Victor terhadapnya dan betapa berbahayanya lawan yang dia hadapi. Waktu tidak menyembuhkan luka diantara mereka, tapi malah memperdalam dendam Victor.
Victor tertawa kecil, membuyarkan lamunan Nuck. "Tenang saja, dia aman, tapi sementara, hahaha. Kau harus melakukan sesuatu untukku, Nick, kalau ingin anakmu tetap aman. Ada tugas penting, yang hanya kau yang bisa menyelesaikannya."
Victor meminta Nick untuk menyusup ke lembaga penelitian rahasia yang menjaga teknologi vital. Teknologi ini, jika jatuh ke tangan yang salah, akan digunakan untuk mengendalikan pikiran manusia. Nick menyadari bahwa waktu sudah berjalan melawan Emily dan dirinya sendiri.
Dengan putrinya sebagai taruhan, Nick menghubungi Sarah Wilson, mantan rekan agennya yang kini bekerja di perusahaan keamanan swasta. Sarah setuju untuk membantunya, dan mereka berdua mulai merencanakan misi penyelamatan.