Sebelumnya perlu dijelaskan bahwa ini pendapat atau opini pribadi penulis. Bahkan rasanya tidak berlebihan kalau saya menganggap novel 'The Count of Monte Cristo' bukan hanya novel thriller terbaik, tapi juga karya sastra terbaik yang pernah saya baca.
Beberapa hal menjadi alasan saya menilai itu semua. Pertama, dan ini sekaligus membuat saya kaget, novel 'The Count of Monte Cristo' ini ditulis tahun 1844. Sangat kaget, di tahun itu sudah ada yang nulis novel? Anda tahu, kan, di tahun-tahun itu di Nusantara ini (belum ada Indonesisa) yang bisa megang alat tulis (pena dan kertas) hanya keluarga raja. Tahun segitu di tanah Jawa masih tersisa peperangan melawan penjajah Belanda, setelah selesai perang Diponegoro (1828 - 1830).
Menurut 'wikipedia' novel klasik ini merupakan karya paling populer dari penulisnya, Alexandre Dumas.
Kedua, novel ini sudah difilmkan lima kali. Ini tentu menunjukkan kualitasnya sebagai novel thriller terbaik, karena tidak banyak novel yang dibuat film, apalagi sampai lima kali. Saya menonton filmnya lebih dari 10 tahun yang lalu. Film yang saya tonton produksi tahun 2002.
Novel ini menjadi novel kedua yang saya baca setelah menonton filmnya. Novel yang pertama adalah 'Game of Thrones'. Ada sensasi yang berbeda antara membaca novel terus menonton filmnya, dengan menonton filmnya dahulu sebelum membaca novelnya.
Anda, yang menonton film setelah membaca ceritanya di novel dipastikan akan kecewa. Karena ekspetasi atau bayangan yang ada di novel banyak yang tidak ada di film. Banyak keterbatasan sebuah kisah saat akan difilmkan. Apalagi kalau kemudian aktor/aktris yang main tidak bisa memainkan karakter tokoh di novel.
Berbeda dengan kalau Anda menonton sebelum membaca novelnya. Saat membaca justru akan semakin terbayang setiap adegan yang dikisahkan. Itu yang saya rasakan saat membaca novel 'Game of Thrones' dan 'The Count of Monte Cristo'.
Alasan ketiga saya menganggapnya sebagai novel thriller terbaik, dan ini yang utama, adalah alur ceritanya. Sebenarnya ceritanya sendiri sederhana, khas kisah-kisah abad pertengahan, intrik politik, pengkhianatan, dan balas dendam.
Saya memuji ceritanya, karena novel ini mengalir dengan pelan namun penuh ketegangan, dan banyak misteri yang tidak kita tidak tahu ada apa di halaman berikutnya setelah halaman yang dibaca. Plus banyak twist yang membuat saya makin penasaran untuk terus membaca. Itu yang membuat saya menganggapnya sebagai novel thriller terbaik.
Kisah berlatar sejarah Prancis era Napoleon Bonaparte. Adalah seorang pelaut Edmond Dantes. Di awal kisah dia menjadi orang yang paling beruntung. Diangkat menjadi kapten kapal, mempunyai tunangan yang cantik, dan disukai banyak orang.
Namun, justru keberuntungan-keberuntungan itu memancing beberapa orang untuk mencelakakannya. Dantes kemudian dituduh melakukan pengkhianatan dan ditangkap saat sedang melangsungkan pesta pertunangan, tanpa diberitahu apa kesalahannya. Dia kemudian dijebloskan ke penjara Chteau d'If. Penjara yang dianggap kuburan, karena siapapun yang masuk ke sana tidak akan dapat keluar, kecuali dalam keadaan menjadi mayat.
Dua puluh tahun di penjara itu, Dantes berkenalan dengan sesama penghuni yang seorang Padri. Di ujung kematiannya, Sang Padri menyerahkan peta harta karun kepada Dantes. Dan, dengan memanfaatkan mayat Sang Padri, Dantes berhasil kabur dari penjara.
Setelah menemukan harta karun, Dantes memulai petualangannya membalas dendam kepada orang-orang yang telah memfitnahnya sampai dipenjara. Jangan bayangkan dia balas dendam dengan melakukan kekerasan. Justru saya menyebutnya dia melakukan balas dendam dengan cara 'manis'. Pembalasan dendam yang unik, yang membuat sasarannya menderita bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara mental.
Di novel ini Alexandre Dumas menganyam narasi yang menarik dengan karakter-karakter yang berkesan dan twist tak terduga. Novel setebal hampir 400 halaman ini cocok bagi Anda yang menyukai petualangan, intrik, dan dilema moral. Anda akan setuju kalau saya menilai ini novel thriller terbaik.
Dumas pintar memilih diksi untuk membuat karakter-karakter yang kompleks dan beragam. Dari Edmond Dantes yang miskin, kemudian sosok yang penuh hasrat, dan akhirnya menjadi seorang Count yang misterius sekaligus kejam, hingga sejumlah karakter lain yang berperan penting dalam alur cerita.
Alexandre Dumas pun dikenal karena selalu menggunakan plot yang rumit dan berlapis-lapis. Terutama saat Dantes menjalankan aksi balas dendamnya. Sepertinya itu alasan mengapa alur cerita di filmnya berbeda dengan di novelnya. Ada keterbatasan sang Sutradara untuk memfilmkan beberapa adegan.
Maka, saran saya, jika Anda ingin membaca novel ini, sebaiknya luangkan waktu terlebih dahulu untuk menonton filmya. Akan lebih asyik membacanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H