Jika ada yang berkata, 'Kita memilih satu orang tetapi kebanyakan seisi majelis adalah orang yang menyelisihinya.' Kami katakan, 'Tidak apa-apa, satu orang ini jika Allah SWT jadikan pada dirinya keberkahan, dan dia bisa menyatakan kebenaran di majelis tersebut, maka orang itu akan memiliki dampak baginya'."
Syaikh Ahmad bin Muhammad Al-Khudhairi
Beliau ulama Arab Saudi, anggota Hai'ah At-Tadris di Universitas Islam Imam Muhammad bin Su'ud, Riyadh. Beliau ditanya tentang boleh tidaknya kaum Muslimin yang tinggal di Barat ikut Pemilu, yang notabene calon-calonnya adalah kafir.
"Kaum Muslimin yang tinggal di negeri non-Muslim, menurut pendapat yang benar adalah boleh berpartisipasi dalam pemilihan presiden di berbagai negara, atau memilih anggota majelis perwakilan, jika hal itu dapat menghasilkan maslahat bagi kaum Muslimin atau mencegah kerusakan bagi mereka. Dan, hujjah dalam hal ini adalah adanya berbagai kaidah syariat umum yang memang mendatangkan berbagai maslahat dan mencegah berbagai kerusakan, dan memilih yang lebih ringan di antara dua keburukan, dan mestilah bagi kaum Muslimin di sana mengatur diri mereka, menyatukan kalimat mereka, agar mereka memperoleh pengaruh yang jelas. Kehadiran mereka bisa memberikan kontribusi atas berbagai keputusan-keputusan penting, khususnya bagi kaum Muslimin di negeri itu dan lainnya".
(ref. Fatawa Istisyarat al-Islam al-Yaum, Jilid 4, hal. 506)
Syaikh Abdul Muhsin al-Ubaikan
Beliau berpendapat tentang berpartisipasi dalam Pemilu.
"Berpartisipasi dalam Pemilu adalah suatu hal yang dituntut untuk dilakukan supaya orang yang jahat tidak bisa menjadi anggota dewan untuk menyebarluaskan kejahatan mereka. Inilah yang difatwakan oleh Ibnu Baz dan Ibnu Utsaimin."
Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah
Berikut ini fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah yang menyatakan bolehnya pemilihan dengan syarat adanya maslahat bagi kaum Muslimin.
"Tidak boleh bagi seorang Muslim mencalonkan dirinya, dengan itu dia ikut dalam sistem pemerintahan yang tidak menggunakan hukum Allah, dan menjalankan bukan syariat Islam. Maka tidak boleh bagi seorang Muslim memilihnya atau selainnya yang bekerja untuk pemerintahan seperti itu, KECUALI jika orang yang mencalonkan diri itu berasal dari kaum Muslimin dan para pemilih mengharapkan masuknya dia ke dalamnya sebagai upaya memperbaiki agar dapat berubah menjadi pemerintah yang berhukum dengan syariat Islam, dan mereka menjadikan hal itu sebagai cara untuk mendominasi sistem pemerintahan tersebut. Hanya saja orang yang mencalonkan diri tersebut, setelah dia terpilih tidaklah menerima jabatan kecuali yang sesuai saja dengan syariat Islam."