Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Langkah Gegabah Abrahah (2)

3 Juli 2023   09:18 Diperbarui: 3 Juli 2023   09:21 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pasukan gajah/sumber: okezone

Keinginan Abrahah Al-Asyram supaya gereja Al-Qullays didatangi banyak orang untuk melaksanakan ibadah memang tercapai. Namun, itu tidak menghentikan orang-orang untuk tetap datang beribadah ke Kakbah di tanah Hijaz. Bahkan yang datang ke Kakbah semakin banyak saja. Tentu saja kenyataan itu membuat Abrahah jengkel dan marah.

Dalam pada itu, mendengar tujuan Abrahah membangun gereja mewah Al-Qullays untuk mengalihkan orang-orang datang ke Kakbah, memicu kemarahan orang-orang Arab. Bagaimanapun, orang-orang Arab sangat diuntungkan dengan keberadaan Kakbah dan ritual orang-orang beribadah di sekelilingnya. Kedatangan banyak orang, dari berbagai wilayah, tentu saja mengangkat perekonomian penduduk Arab.

Sehingga, salah seorang Arab dari Bani Malik bin Kinanah, saat berdagang di Yaman, diam-diam memasuki gereja Al-Qullays dan mengotori barang-barang yang ada di dalamnya dengan kotoran hewan. Akibatnya, Abrahah murka, lalu bersumpah bahwa dia akan menghancurkan Kakbah dan memaksa bangsa Arab untuk beribadah ke Al-Qullays.

Untuk tujuannya itu, Abrahah pun memberitahu sekaligus meminta bantuan pasukan gajah kepada Raja Najasyi. Permintaan Abrahah dikabulkan Raja dengan mengirimkan bantuan pasukan, termasuk pasukan gajah.

Abrahah pun berangkat menuju tanah Hijaz dengan membawa pasukan besar. Abrahah berada di depan pasukan dengan menunggangi gajah terbesar yang diberi nama Mahmud.

Rintangan pertama yang dihadapi Abrahah adalah dari orang Yaman sendiri. Yaitu Dzu Nafar, seorang pembesar Yaman yang telah bersekutu dengan Quraisy. Dzu Nafar tidak setuju Abrahah menyerang sekutunya itu. Maka, dia -- dengan mengajak kaumnya - melakukan penyerangan pada pasukan Abrahah. Namun, pasukan Abrahah terlalu kuat. Dzu Nafar pun kalah dan ditawan Abrahah.

Abrahah melanjutkan perjalanan menuju Makkah. Selama perjalanan pasukan Abrahah mendapat rintangan dari suku-suku yang bersekutu dengan Quraisy, dan tidak ingin Kakbah dihancurkan. Tapi kekuatan pasukan Abrahah mampu mengatasi serang-serangan tersebut.

Sampai di Makkah, Abrahah tidak langsung menyerang. Dia memerintahkan sebagian pasukannya untuk memasuki Makkah dan menjarah harta benda milik penduduk Makkah, termasuk hewan ternak. Di antara hewan ternak yang diambil pasukan Abrahah itu, ada 200 ekor unta milik Abdul Muthalib.

Abrahah menyuruh salah seorang tentaranya yang bernama Hunata al-Hiyari. Kepadanya Abrahah berkata, "Tanyakan, siapa pemimpin negeri ini, temui, dan katakan pesanku ini, 'Kami datang bukan untuk berperang melainkan hanya untuk menghancurkan Kakbah. Kami tidak akan membunuh kalian, selama kalian tidak memerangi kami.'

Hunata al-Hiyari pun berangkat. Abdul Muthalib ternyata pemimpin kota Makkah. Karenanya, Hunata menyampaikan pesan Abrahah kepada Abdul Muthalib.

"Demi Allah, kami tidak akan sanggup berperang melawan pasukan Abrahah. Itu adalah rumah Allah, dan rumah kekasih-Nya, Ibrahim." Berkata Abdul Muthalib seraya menunjuk Kakbah.

"Antarkan saja aku menghadap pimpinanmu!" lanjut Abdul Muthalib.

Hunata kemudian mengantar Abdul Muthalib menemui Abrahah di tenda mewahnya. Melihat sosok Abdul Muthalib yang berwibawa, Abrahah terpesona. Sehingga, untuk menghormatinya dia ikut duduk di permadani bersama Abdul Muthalib, tidak duduk di singgasananya.

'Orang ini pasti seorang pemimpin yang bertanggung jawab, pasti semua orang yang dipimpinnya sangat menghormatinya.' Berkata Abrahah dalam hatinya seraya menatap wajah Abdul Muthalib.

Lalu, saat ditanya keperluannya menghadap Abrahah, Abdul Muthalib menjawab, "Aku ke sini hanya untuk meminta untaku yang 200 ekor, yang diambil pasukan engkau."

Terkejut Abrahah mendengar jawabab Abdul Muthalib. Tadinya dia mengira Abdul Muthalib akan memintanya untuk membatalkan niatnya untuk menghancurkan Kakbah. Menurutnya Abdul Muthalib tidak sesuai dengan perkiraan semula yang dianggapnya seorang pemimpin yang bertanggung jawab. Ternyata dia seorang egois yang hanya peduli pada miliknya sendiri.

Tidak kuat menahan perasaannya itu, Abrahah pun berkata, "Aku sangat kagum pada Anda, aku mengira Anda adalah pemimpin Makkah yang bertanggung jawab. Tapi ... bagaimana mungkin Anda hanya peduli pada unta-unta Anda, dan membiarkan rumah ibadah kalian aku hancurkan?"

Abdul Muthalib tersenyum mendengar keheranan Abrahah, lalu berkata, "Unta-unta itu aku pemiliknya. Sedangkan Kakbah ada pemiliknya sendiri. Pemilikinyalah yang akan melindunginya, bukan urusanku."

"Pemiliknya pun tak akan mampu menghalangi niatku," tegas Abrahah.

"Itu urusan Anda dengan pemilik Kakbah," jawab Abdul Muthalib tak kalah tegas.

Abdul Muthalib pun kembali membawa 200 ekor untanya, dan memberitahu semua penduduk Makkah untuk mengungsi dan bersembunyi di lembah-lembah sekitar Makkah.

Abdul Muthalib membawa ke-200 ekor untanya ke dekat Kakbah, dan menjadikannya sebagai kurban. Ia kemudian berdiri di pintu Kakbah dan berdoa.

"Wahai Tuhanku, aku tidak berharap siapa pun mengalahkan mereka selain Engkau.

Ya Tuhanku, gagalkanlah mereka dengan perlindungan-Mu.

Sesungguhnya musuh rumah ini adalah musuh-Mu.

Cegahlah mereka yang hendak menghancurkan rumah-Mu."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun