"Demi Allah, kami tidak akan sanggup berperang melawan pasukan Abrahah. Itu adalah rumah Allah, dan rumah kekasih-Nya, Ibrahim." Berkata Abdul Muthalib seraya menunjuk Kakbah.
"Antarkan saja aku menghadap pimpinanmu!" lanjut Abdul Muthalib.
Hunata kemudian mengantar Abdul Muthalib menemui Abrahah di tenda mewahnya. Melihat sosok Abdul Muthalib yang berwibawa, Abrahah terpesona. Sehingga, untuk menghormatinya dia ikut duduk di permadani bersama Abdul Muthalib, tidak duduk di singgasananya.
'Orang ini pasti seorang pemimpin yang bertanggung jawab, pasti semua orang yang dipimpinnya sangat menghormatinya.' Berkata Abrahah dalam hatinya seraya menatap wajah Abdul Muthalib.
Lalu, saat ditanya keperluannya menghadap Abrahah, Abdul Muthalib menjawab, "Aku ke sini hanya untuk meminta untaku yang 200 ekor, yang diambil pasukan engkau."
Terkejut Abrahah mendengar jawabab Abdul Muthalib. Tadinya dia mengira Abdul Muthalib akan memintanya untuk membatalkan niatnya untuk menghancurkan Kakbah. Menurutnya Abdul Muthalib tidak sesuai dengan perkiraan semula yang dianggapnya seorang pemimpin yang bertanggung jawab. Ternyata dia seorang egois yang hanya peduli pada miliknya sendiri.
Tidak kuat menahan perasaannya itu, Abrahah pun berkata, "Aku sangat kagum pada Anda, aku mengira Anda adalah pemimpin Makkah yang bertanggung jawab. Tapi ... bagaimana mungkin Anda hanya peduli pada unta-unta Anda, dan membiarkan rumah ibadah kalian aku hancurkan?"
Abdul Muthalib tersenyum mendengar keheranan Abrahah, lalu berkata, "Unta-unta itu aku pemiliknya. Sedangkan Kakbah ada pemiliknya sendiri. Pemilikinyalah yang akan melindunginya, bukan urusanku."
"Pemiliknya pun tak akan mampu menghalangi niatku," tegas Abrahah.
"Itu urusan Anda dengan pemilik Kakbah," jawab Abdul Muthalib tak kalah tegas.
Abdul Muthalib pun kembali membawa 200 ekor untanya, dan memberitahu semua penduduk Makkah untuk mengungsi dan bersembunyi di lembah-lembah sekitar Makkah.