Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pemuda Penghancur Tuhan

7 Juni 2023   11:19 Diperbarui: 7 Juni 2023   11:23 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi patung yang rusak/sumber: pexels-tima-miroshnichenko-6714351

Orang-orang sudah berkerumun di depan rumah ibadah. Semua wajah menampakkan keceriaan. Hari itu adalah hari yang ditunggu-tunggu semua orang. Hari istimewa, hari raya yang hanya dirayakan sekali setiap tahun. Tak heran, sejak sebulan lalu semuanya mempersiapkan diri untuk hari istimewa itu.

Semua sudah tak sabar untuk memasuki rumah ibadah. Semua merasa harus berterima kasih kepada tuhan-tuhan yang selama ini mereka anggap telah menaungi wilayah mereka dengan kemakmuran dan keamanan. Karena hari raya, dengan baju-baju terbagus yang mereka kenakan, mereka ingin menghadap tuhan-tuhan mereka yang ada di rumah ibadah. Merasa tidak cukup kalau hanya beribadah di rumah masing-masing.

Pintu rumah ibadah baru dibuka setelah para pembesar, dipimpin sang Raja, tiba. Dengan tertib mereka memasuki rumah ibadah, mengekor rombongan para pembesar.

Namun, mendadak langkah semua orang terhenti saat mendengar teriakkan si penjaga rumah ibadah, yang berjalan paling depan.

Wajah-wajah pun dilanda keheranan.

"Ada apa?" Raja berteriak melepas kepenasaran.

Tak perlu mendapat jawaban. Saat rombongan melanjutkan langkah, semua tahu penyebab si penjaga rumah ibadah berteriak. Rona kaget menghiasi wajah-wajah mereka, lengkap dengan mulut yang menganga. Bahkan sebagian perempuan terpekik, mengeluarkan suara terkejut.

Rumah ibadah yang sudah sejak dua pekan dipersiapkan untuk hari raya. Dibersihkan setiap hari, dicat ulang dinding-dinding dan langit-langitnya. Ditempatkan dupa-dupa yang mengeluarkan uap wangi di setiap sudutnya. Berantakan. Lantai rumah ibadah yang luas dipenuhi pecahan tuhan-tuhan mereka yang terbuat dari tanah liat.

Ratusan tuhan yang mengisi rumah ibadah semuanya hancur menjadi kepingan-kepingan yang berserakan. Tidak! Ternyata tidak semuanya. Satu yang tidak hancur. Tuhannya sang Raja yang ukurannya paling besar. Hampir dua kali besar tubuh manusia.

"Siapa yang melakukan ini?" Raja berteriak untuk yang kedua kalinya. Kali ini lebih keras.

Beberapa jenak hening, tidak ada yang menjawab. Karena memang tidak ada yang tahu. Atau tidak mau menjawab, melihat wajah Raja yang memerah.

"Pasti perbuatan si Ibrahim!" celetuk seseorang, yang diamini orang-orang dengan mengangguk.

"Siapa itu Ibrahim?" tanya Raja pada si penjaga rumah ibadah.

"Dia putranya Azar, si pembuat patung, Tuan. Betul, pasti dia!" jawab si penjaga rumah ibadah seraya menunduk.

"Karena beberapa hari ini, dimana-mana, dia selalu berkata bahwa tuhan kita bukan patung, melainkan Tuhan yang menciptakan tanah, langit, dan apa pun yang ada di dunia ini," lanjutnya.

"Bawa dia ke sini!" perintah Raja.

Tak perlu menunggu dua kali diperintah, sepuluh orang pengawal Raja segera berhamburan ke luar. Dan tak lama kemudian mereka kembali sambil menyeret seorang pemuda, Ibrahim.

"Hei Ibrahim! Kenapa kau hancurkan tuhan-tuhan kami?" tanya Raja.

"Siapa bilang aku yang menghancurkan?" Ibrahim balik bertanya.

"Jangan mengelak! Semua orang tahu, hanya kau yang tidak mengakui tuhan-tuhan kita ini."

"Kalau Tuan ingin tahu siapa yang menghancurkan patung-patung ini, kenapa tidak bertanya ke patung yang besar itu. Justru, sangat mungkin patung itu yang melakukannya, karena patung itu satu-satunya yang tidak hancur. Lihat, kapaknya masih ada di dekat patung itu."

"Hei Ibrahim, mana bisa patung yang terbuat dari tanah liat bisa bergerak dan melakukan semua ini?"

Beberapa saat Ibrahim tersenyum sebelum menjawab, "Kalau begitu, patung-patung itu tidak akan mampu memberi manfaat dan mendatangkan mudarat kepada kalian. Lalu, kenapa kalian menyembah dan menganggapnya tuhan?"

Raja terdiam. Begitupun semua orang yang berada di dalam rumah ibadah. Dahi-dahi mereka berkerut, mencoba memaknai jawaban Ibrahim tersebut.

******

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun