Dalam hal ini, netralitas Pak Jokowi - sebagai Presiden Indonesia - terlihat kalau 'berfungsi' untuk semua golongan, semua partai politik, semua ormas, dan sebagainya. Termasuk dalam kaitannya dengan persiapan Pemilihan Presiden (Pilpes) 2024 nanti
Kedua, tinjauan Epistemelogis. 'Netral' itu harus bebas, tidak terikat oleh ikatan apa pun. KBBI memberikan dua contoh yang dapat mengikat seseorang sehingga tidak bersikap netral, yaitu pekerjaan dan perkawinan.
Maksudnya, ikatan apa pun tidak boleh menjadikan Pak Jokowi - sebagai Presiden - menjadi tidak bebas dalam bertindak dan bersikap yang berkenaan dengan Pilpres. Apakah itu karena statusnya sebagai petugas partai, sebagai kader partai yang mengusungnya dulu jadi presiden, atau ikatan apa pun.
Ketiga, tinjauan ontologis. 'Netral' itu harus keukeuh, tidak dapat dipengaruhi oleh apa pun. KBBI menulisnya dalam kalimat 'Menunjukkan sifat yang secara kimia tidak asam dan tidak basa'. Tidak dapat dipengaruhi oleh sifat asam atau sifat basa, ada di antara dua sifat tersebut.
Contoh lainnya adalah, dalam susunan atom kita mengenal ada elektron yang bermuatan negatif, dan ada proton yang bermuatan positif. Namun, di antara keduanya ada neutron yang tidak bermuatan negatif atau positif.
Pak Jokowi - sebagai Presiden - dalam menyikapi Pemililihan Presiden tidak boleh dapat dipengaruhi oleh kekuatan apa atau siapa pun. Baik itu yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Pak Jokowi - sebagai Presiden - harus keukeuh berada di tengan-tengah.
Itu yang saya pahami dari kata 'netral'.
Jadi, apa, ya, yang dimaksud 'netral' dalam pernyataan Pak Jokowi di atas?
Apakah Anda punya pemahaman lain, yang mungkin sama dengan Beliau?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H