Si temannya langsung tertawa, terus menjelaskan. "Itu maksudnya nasi TO, nasi tutug oncom, bukan to bahasa jawa."
Nasi TO ini sebenarnya termasuk kuliner yang naik kelas, atau naik derajat. Mengapa?
Karena dulunya, nasi TO adalah makanan masyarakat kelas bawah. Yang hanya punya nasi dan oncom.
Oncom yang berbahan kedelai merupakan makanan asli masyarakat Sunda. Oncom dijual dengan harga yang sangat terjangkau. Untuk itu, oncom menjadi lauk pauk utama masyarakat Sunda kelas menengah bawah pada tahun 1940.
Terlebih pada saat itu, harga bahan pokok, seperti beras, minyak, telor, hampir tidak terjangkau oleh masyarakat kelas menengah ke bawah. Kemudian, masyarakat mengakali dengan mencampur oncom yang ditutug (ditumbuk) dengan nasi supaya terlihat padat dan banyak. Sehingga tanpa lauk pun nasi dengan campuran oncom itu terasa nikmat.
Nasi tutug oncom memiliki rasa yang khas. Lambat laun, nasi tutug oncom ini naik kelas dan disukai berbagai kalangan masyarakat. Sekarang, nasi tutug oncom tidak lagi hanya dijual di kios-kios sederhana, tetapi juga di rumah makan- rumah makan yang tergolong elit. Bahkan sekarang ada TO instant, untuk membuat nasi tutug oncom, tinggal mencampurkan bubuk oncom yang sudah dikeringkan.
Sekarang bahkan nasi TO diberi lauk tambahan, berupa ayam goreng, ikan asin, telur dadar, tahu goreng, tempe goreng, yang ditambah sambal goang (dadakan) dan lalapan. Nasi tutug oncom pun bukan lagi makanan kelas bawah. Sekarang harga nasi tutug oncom ada mulai Rp 10.000 hingga Rp 35.000, tergantung lauk yang dipilih, dan tergantung tempat menjualnya.
Sejumlah pengusaha jasa kuliner di Tasikmalaya makin bersemangat membangun restoran khusus nasi TO. Tak sedikit dari pengunjung datang bersama keluarga mengendarai kendaraan roda empat. Ini bisa dilihat di kawasan mulai dari Jl. Dadaha, tak jauh dari Gelanggang Olahraga (GOR) Susy Susanti, Jl. Cikalang Girang, dan juga di Jl Ampera, Kota Tasikmalaya.
Walaupun, bahan sama - nasi dan oncom - tetapi setiap warung atau rumah makan yang menjual nasi TO ini, selalu berbeda citra rasanya. Makanya, ada warung nasi TO yang selalu antri pembelinya, tapi ada juga yang biasa saja.
Urusan makanan memang kembali kepada bagaimana racikan resepnya dan siapa yang masak.
Anda belum merasakan nikmatnya nasi TO?
Mari ke Tasikmalaya.