Salah satu momen indah dalam hidup saya adalah saat ditugaskan ke Seoul, Korea Selatan untuk sebuah pekerjaan, di tahun 2006 silam.
Tak pernah terpikirkan, mimpi sekalipun, kalau saya yang akan disuruh berangkat. Dua pekan sebelum berangkat perintah itu diberikan. Tentu saja perasaan saya campur aduk, senang sekaligus ragu karena kemampuan bahasa Inggrisku pas-pasan, kaget, takut, dan lain sebagainya. Apalagi persiapan yang diberikan hanya dua pekan.
Saya ragu-ragu menerima tugas tersebut. Bagaimana komunikasi saya nanti, kalau bahasa Inggris tidak lancar? Bagaimana dapat menyelesaikan pekerjaan kalau untuk komunikasi sederhana saja masih belepotan? Tetapi setelah diberitahu bahwa saya berangkat berdua dengan rekan, inisial Y, yang saya tahu bahasa Inggrisnya bagus, maka keraguan saya berkurang. Sekaligus keberanian saya untuk berangkat bertambah.
Dalam dua pekan sebelum berangkat, saya lalu menghubungi teman-teman yang berprofesi guru bahasa Inggris untuk minta kursus super kilat. Jadilah setiap sore saya berkumpul ngobrol dalam bahasa Inggris. Pertama pasif, mereka yang bertanya, saya yang menanggapi atau menjawab. Kemudian saya yang aktif, memulai pembicaraan atau mengajukan pertanyaan.
Akhirnya dua pekan sudah waktunya berangkat.
Singkat cerita, saya sampai di Seoul, Korea Selatan, dengan diantar oleh salah seorang staf perusahaan yang akan saya kunjungi, kami diajak menemui pimpinan perusahaan, dan langsung dibawa ke ruang rapat, dimana sudah berkumpul para supervisor perusahaan tersebut.
Setelah pimpinan perusahaan memberikan kata selamat datang, giliran teman saya memberikan penjelasan maksud dan tujuan kami datang, dalam bahasa Inggris tentunya.
Setelah selesai teman saya tadi memberi penjelasan, kemudian diterjemahkan ke bahasa Korea oleh seorang karyawan yang juga bertugas kemarin menjemput saya di bandara.
Naahh ... di sini logika saya bekerja. "Kalau tadi omongan teman saya diterjemahkan ke bahasa Korea, berarti mereka-mereka ini tidak mengerti bahasa Inggris, atau kalau mengerti pun tidak sebaik saya".
Hilang sudah keraguan saya akan kemampuan berbahasa Inggris, malah muncul keberanian dan kepercayaan diri. Setelah itu pekerjaan pun dimulai, dan betul saja, bahasa Inggris mereka sama saja atau bahkan di bawah saya. Dan kemudian komunikasi pun berjalan walau dengan bahasa Inggris yang pas-pasan, dan tentu ditambah dengan bahasa isyarat.Â
Bahkan -- karena pekerjaan yang banyak dan waktu sempit -- saya harus berpisah dengan teman saya untuk bagi-bagi pekerjaan, saya pun tetap percaya diri, cas cis cus saja ngomong dalam bahasa Inggris.
Dan akhirnya waktu 7 hari yang diberikan perusahaan untuk menyelesaikan pekerjaan selesai sudah.
Saya dapat dua pelajaran dari pengalaman ke Korea itu. Pertama, rasa percaya diri akan muncul karena ada teman, ada beking (back-up), dalam hal ini teman saya yang bernama Y tadi. Karena berangkatnya bareng dia, keraguan saya hilang dan saya sedikit yakin bahwa komunikasi kami akan lancar di Korea nanti. Bayangkan saja, kalau gak bisa komunikasi bagaimana kalau ingin makan? Hehe ....
Kedua, rasa percaya diri juga bisa timbul karena keyakinan bahwa orang lain pun belum tentu lebih baik dari kita. Seperti pengalaman saya, karena tahu mereka tidak bisa bahasa Inggris, saya jadi berani dan percaya diri.
Allah menciptakan manusia dengan potensinya masing-masing. Setiap kita punya kelemahan memang, tetapi setiap kita pun punya kelebihan. Jadi jangan ragu dan takut untuk berbuat, selama itu adalah hal positif.
"Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS. Ar-Ra'du:11)
#uripwid
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H