Beberapa hari yang lalu umat Islam, khususnya di Indonesia, merayakan salah satu peristiwa besar, yaitu Isra Mi'raj.
Isra Mi'raj adalah salah satu peristiwa luar biasa yang dialami Rasulullah saw. Disebut luar biasa, karena peristiwa tersebut kejadiannya sangat di luar nalar manusia. Isra adalah peristiwa perjalanan Rasulullah saw, dari masjid al-Haram di Makkah ke masjid al-Aqsho di Yerusalem, Palestina. Sementara Mi'raj adalah perjalanan Beliau dari masjid al-Aqsho, ke Sidratul Muntaha, lalu kembali lagi ke masjid al-Haram. Luar biasanya, semua peristiwa itu (Isra dan Mi'raj) terjadi hanya dalam satu malam.
Banyak hikmah yang disebutkan para ulama berkenaan dengan di-Isra Mi'raj-kannya Rasulullah Saw. Salah satunya adalah 'hiburan' dari Allah untuk Rasulullah Saw. Karena sebelumnya Beliau ditinggalkannya oleh dua orang kesayangannya dan yang selama ini membelanya saat menyampaikan risalah Islam. Yaitu istrinya, Khadijah binti Khuwailid, dan pamannya, Abu Thalib.
Terhadap peristiwa Isra Mi'raj sendiri, tentu saja orang-orang kafir Quraisy tidak mempercayainya dan menganggap Rasulullah Saw sebagai pembohong. Bahkan beberapa kaum Muslimin pun, terutama yang belum lama masuk Islam, meragukan apa yang dialami oleh Rasulullah Saw tersebut.
Peristiwa Isra dijelaskan secara khusus oleh Allah swt melalui firman-Nya di surat al-Isra ayat pertama.
"Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad saw) pada malam hari, dari masjidil Haram ke masjidil Aqso yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat."
Walaupun peristiwa Isra tersebut di luar nalar manusia, sehingga banyak yang meragukan kebenarannya. Namun sebenarnya, dengan memahami firman Allah swt di atas, dapat dimengerti secara sederhana.
Berjalan dari masjid al-Haram di Makkah ke masjid al-Aqsho di Yerusalem dalam satu malam, adalah hal mustahil kalau hanya mengandalkan kemampuan manusiawi Rasulullah. Namun tidak mustahil kalau Allah sendiri yang 'memindahkan' Rasulullah.
Perhatikan kalimat 'yang telah memperjalankan hamba-Nya' pada ayat di atas. Kata 'memperjalankan' jelas menunjukkan peran Allah swt. Berbeda sekali kalimatnya kalua seperti begini, 'yang telah berjalan', yang dimaksudkan kepada Rasulullah.
Jadi, Allah telah memperjalankan, bukannya Muhammad yang berjalan.
Untuk memudahkan penjelasan di atas, coba Anda ambil sebuah piring. Lalu di piring tersebut, tepat di sisi piring, Anda letakkan seekor semut. Kalau Anda di posisi semut, maka Anda akan mengatakan jarak ke sisi piring yang berseberangan sangat jauh. Butuh waktu beberapa menit untuk berjalan menuju sisi piring yang di seberang.
Tapi kalau Anda sebagai Anda, manusia, hanya butuh sedetik memindahkan semut tersebut, dari sisi piring yang satu ke sisi piring yang lain.
Demikianlah, sangat mudah bagi Allah swt untuk menggerakkan (memperjalankan) seorang manusia, dari satu lokasi di bumi ke lokasi yang lain.
Sudah seharusnya, dapat diterima atau tidak -- secara akal -- selama itu berasal dari perkataan Rasulullah Saw, kita wajib mempercayainya. Sebagaimana sikap Abu Bakar saat ditanya oleh orangorang kafir Quraisy, 'Anda percaya tidak dengan cerita Muhammad?'
Jawaban Abu Bakar adalah, "Lebih dari itu pun aku percaya!"
Dan, sejak itulah Abu Bakar mendapat gelas 'Ash-Shiddiq'.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H