Yovan, sahabatnya itu, tidak mampu mempertahankan hidupnya sejak terjatuh tadi siang. Saat terjatuh, kepalanya membentur lantai semen yang pecah. Ujung pecahan semen lantai yang runcing menusuk kepala bagian belakang. Walaupun menusuk tidak begitu dalam, tapi telah menyebabkan pendarahan di otaknya. Menjelang pukul dua siang, nyawanya pun tidak mampu diselamatkan.
"Maafkan Yovan, ya Nak Andi." Begitu melihat Andi dan Imam masuk, ibu Yovan yang duduk di samping tubuh Yovan berdiri dan memeluk mereka berdua.
Andi dan Imam tak sanggup berkata sepatah kata pun. Mereka hanya menganggukkan kepala. Mereka lalu mendekati tubuh dan kemudian memegang tangan Yovan. Dengan cara itu mereka menunjukkan sedang berdoa untuk Yovan, sahabat mereka. Karena tentu saja Andi dan Imam tidak bisa berdoa dengan cara Islam di ruangan tersebut.
***
Jumat, 30 Desember 2022
"Kamu serius, Van?" tanya Andi seraya menatap tajam mata Yovan.
"Aku sudah mempertimbangkannya. Apa pun yang terjadi, aku sudah keukeuh dengan keputusanku ini," jawab Yovan. Dia pun membalas tatapan mata Andi. Seolah memperkuat pernyataannya bahwa keputusannya itu tidak bisa diubah lagi.
Mendengar keteguhan Yovan, serasa ada air dingin mengguyur kepala Andi, lalu air itu mengalir turun, membasahi dan menyejukkan seluruh badannya.
Yovan, seorang keturunan Tionghoa, bukan teman yang baru bagi Andi. Sejak kelas tiga SMP dan berlanjut di kelas satu SMA dan sekarang kelas dua SMA, mereka selalu sekelas. Bahkan di kelas satu mereka sempat duduk sebangku.
Keluarga Yovan termasuk penganut Konghucu yang taat. Sama dengan keluarga Andi yang Muslim. Namun, di antara keduanya, Yovan dan Andi, sudah terjalin rasa saling menghargai. Terutama dalam masalah agama masing-masing.
Saat Idul Fitri, Andi sering mengundang Yovan ke rumahnya untuk makan ketupat. Begitupun keluarga Yovan, mereka suka juga mengajak Andi untuk datang saat mereka merayakan imlek. Terutama saat peragaan Barongsai. Dan itu yang paling disukai Andi.