Kembali saya menulis seputar Supremasi Hukum yang tidak berjalan (atau jalan di tempat?), setelah kemarin menulis Quo Vadis Supremasi Hukum.
Melalui artikel-artikel yang saya tulis itu sebenarnya saya sangat berharap Hukum di negeri ini kembali menjadi sesuatu yang diagungkan. Menjadi acuan dalam hidup bernegara oleh pelaksana pemerintahan (eksekutif dan legislatif), para pengawas pemerintahan (yudikatif: polisi, hakim, dan jaksa), juga semua rakyat negeri ini. Tidak lagi menjadi sesuatu yang dipermainkan, atau bahkan diperjualbelikan.
Walaupun saya sadar sepenuhnya, bahwa apa yang saya lakukan ini (menulis artikel) tidak akan berefek pada apa yang saya harapkan. Tapi setidaknya, saya berharap tulisan ini bagaikan air yang dibawa seekor semut untuk memadamkan api yang membakar Nabi Ibrahim.
Saat seekor burung menertawakan apa yang dilakukannya itu, Si Semut berkata, "Aku tahu, air yang kubawa ini tidak akan bisa memadamkan api yang membakar Nabi Ibrahim. Namun, dengan melakukan ini aku berharap Allah Swt melihat, aku ada di pihak mana."
Begitupun, semoga dengan hanya menulis artikel-artikel pendek ini, posisi saya seperti Si Semut itu. Dan semoga Allah Yang Maha Melihat menilai ini sebagai amal 'amar ma'ruf nahyi munkar' saya. Â
Kali ini saya menulis tentang Surya Darmadi atau Apeng yang membawa kabur uang rakyat sebanyak 54T. Beritanya sedang ramai alias viral di jagad maya, khususnya di Twitter. Entah dia menjadi orang keberapa yang kabur membawa hasil kejahatannya. Yang jelas dia bukan pertama dan satu-satunya.
Saya pun tidak tahu siapa 'orang pemerintah' yang terlibat dalam kaburnya Si Apeng dan yang lainnya, tapi saya yakin pasti ada.
Ternyata Si Apeng atau Surya Darmadi ini bukan orang sembarangan. Dalam catatan majalah Forbes dia adalah orang terkaya ke 28 di Indonesia. Menurut majalah Forbes, nilai kekayaannya ditaksir mencapai Rp 20,73 triliun.
Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, Surya Darmadi alias Apeng ini adalah pemilik PT Darmex Group (afiliasi Duta Palma Group), korporasi terbesar di bidang perkebunan dan pengolahan kelapa sawit.
Kasus yang menjerat Si Apeng ini dimulai sejak tahun 2014 lalu. Dia diduga telah menyuap Annas Maamun, Gubernur Riau saat itu, untuk mengubah lokasi perkebunan milik PT Duta Palma menjadi bukan kawasan hutan. Suatu modus yang klasik, yang sering dilakukan antara Si Pengusaha dan Si Penguasa.
Banyak foto-foto tentang Si Apeng ini di media sosial, khususnya di Twitter. Namun, dari beberapa foto yang ada, saya tertarik dengan foto ini.
Di foto ini Si Apeng, entah di mana dan sedang apa, didampingi oleh 7 orang, satu orang berseragam Polisi dan satu orang berseragam TNI. Dari ke 7 orang itu yang saya tahu hanya 1 orang, yaitu Luhut Binsar Panjaitan, yang berdiri di sebelah kanan Apeng.
Saya tidak tahu, selain sebagai pemilik korporasi terbesar di bidang perkebunan dan pengolahan kelapa sawit, Si Apeng ini mempunyai kedudukan apa lagi di negeri ini, sehingga di foto tersebut terlihat sesuatu yang menarik.
Apa yang menariknya?
Kalau kita perhatikan, di foto itu, gestur orang-orang yang berdiri di kiri-kanan Si Apeng, terutama kalau melihat posisi tangan mereka di depan perut, rasanya kita semua bisa memperkirakan, bagaimana status atau kedudukan Si Apeng ini di hadapan orang-orang tersebut.
Saya memang bukan orang yang ahli membaca gestur tubuh seseorang, jadi bisa saja apa yang saya bayangkan dalam foto di atas itu salah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H