Jangankan pembinaan, apalagi dalam bentuk pemberian fasilitas atau dana, memfasilitasi kompetisi antar SSB saja jarang. Selama ini kompetisi antar SSB, diselenggarakan oleh SSB sevara mandiri, biasanya dalam rangka ulang tahun SSB yang bersangkutan. Jadi seluruh biaya dikeluarkan oleh SSB yang menyelenggarakan, sebagiannya dari uang pendaftaran peserta kompetisi.
Adapun kompetisi yang dilaksanakan oleh Askot hanya 1, yaitu Liga Askot. Itu pun bentuknya bukan liga tetapi kompetisi yang dalam 2 hari selesai.
Yang saya bayangkan, Askot Tasikmalaya itu menggelar Liga SSB (pesertanya semua SSB yang ada), dengan sistem Home Away, sehingga dari hasil Liga itu akan terseleksi pemain-pemain untuk Persikotas (Persatuan Sepakbola Kota Tasikmalaya), yang nantinya bisa dibina khusus untuk di Porda atau level kompetisi lebih tinggi. Begitupun di kota atau kabupaten lainnya.
Kedua, Kompetisi sepakbola usia dini tidak berkelanjutan. Maksudnya, kompetisi-kompetisi yang diselenggarakan SSB tadi hanya selesai sampai di situ. Idealnya ada kompetisi yang berjenjang sampai puncaknya di level nasional. Dulu ada Danone Cup, dimana tim yang juara di level kota atau kabupaten kemudian berkompetisi di level provinsi, dan kalau juara lagi bermain di tingkat nasional. Entah, sepertinya sekarang Danone Cup sudah tidak ada lagi.
Ketiga, tidak ada kejelasan kepada masyarakat dari PSSI, bagaimana sebenarnya rekrutmen yang dilakukan PSSI untuk seseorang menjadi pemain Timnas. Sehingga untuk orangtua-orangtua yang tidak punya jaringan atau kenalan dengan 'orang-orang bola' di level atas, tidak tahu harus kemana anaknya bermain setelah selesai di level SSB. Kalau dalam istilah perusahaan, mah, jenjang karir. Ini yang ga jelas. Bagaima alur jenjang karir seseorang yang berbakat, dari usia dini (SD) sampai menjadi pemain Timnas.
Banyak, saya lihat, anak-anak yang waktu di SSB terlihat punya skill yang bisa dioptimalkan, hilang begitu saja. maksudnya tidak Latihan bola lagi. Karena, sudah umum, berlatih di SSB hanya sampai SD kelas enam, jarang sekali setelah SMP yang masih berlatih. Juga karena hanya sedikit SSB yang punya kelas lanjutan, sering disebut kelas lapang besar.
Rasanya cukup 3 itu saja curhatan saya terkait pola rekrutmen-untuk menjadi-pemain Timnas. Jadi, poinnya bukan keluar atau tidak dari AFF.
Demikian saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H