Konon, karena merasa dicurangi (dengan adanya dugaan kesepakatan pengaturan skor antara Vietnam dan Thailand) di babak grup Piala Asia kemarin Indonesia ingin hengkang dari Federasi sepakbola Asean, Asean Football Federation (AFF).
Walaupun belum ada pernyataan resmi dari PSSI terkait rencana keluar itu, tetapi beritanya cukup santer. Bahkan Kompasiana menjadikan isu ini menjadi Topik Pilihan untuk mengetahui bagaimana respon masyarakat untuk isu ini.
Kalau saja keinginan keluar dari AFF itu disebabkan kekecewaan di Piala Asia kemarin, maka dipastikan ini adalah keinginan dari hawa nafsu semata (terutama nafsu netizen), bukan karena perhitungan baik-baik buruk tetap ada di AFF. Keputusan yang didasari nafsu biasaya justru akan menimbulkan masalah lain.
Kalau untuk memajukan Timnas, atau membentuk Timnas yang berkualitas, menurut saya, perlu dibenahi dulu pola rekrutmen pemainnya, karena itu dasar.
Sudah bukan rahasia lagi, kalau faktor non-teknis selalu ada, bahkan bisa, mengalahkan faktor teknis. Termasuk isu adanya beberapa pemain titipan di Timnas U-19 yang berlaga di Piala Asia kemarin. Kata titipan di sini, kan, mengisyaratkan faktor non-teknis mengalahkan faktor teknis.
Berbicara rekrutmen, harus berbicara sepakbola usia dini. Harus disyukuri, animo masyarakat Indonesia terhadap sepakbola masih sangat tinggi. Terbukti, hampir dipastikan di tiap kota, selalu ada lebih dari 5 SSB (Sekolah Sepakbola). Baik yang mandiri, maupun yang dibina oleh klub-klub yang sudah punya nama, seperti Akademi Persib milik klub Persib Bandung.
Saya menulis ini berdasarkan pengalaman 6 tahun lebih berkecimpung di SSB. Berawal hanya sebagai orangtua yang mengantarkan anak ke-3 berlatih di SSB Galuh Putra Kota Tasikmalaya, kemudian ditunjuk jadi koordinator orang tua, dan sekarang menjadi salah satu pengurus di manajemen SSB Parahyangan, yang bernaung di bawah Akademi Persib Galunggung.
Anak saya (kelahiran 2005) mulai berlatih di SSB Galuh Putra sejak kelas 4 SD. Untuk diketahui Dimas Juliono Pamungkas, salah satu pemain Timnas U-19 yang berlaga di Asia Afrika, saat itu pun berlatih di SSB Galuh Putra.
Dimas ada di kelas kelahiran 2004, tetapi karena kekurangan pemain, kalau ikut kompetisi anak saya yang kelahiran 2005 selalu diajak. Anak saya baru berpisah dengan Dimas, sejak Dimas masuk Akademi Persib dan kemudian direkrut jadi pemain Timnas.
Selama saya menyertai anak bermain dan berkompetisi antar SSB, saya melihat beberapa hal. Pertama, perhatian ASKOT PSSI Kota Tasikmalaya kurang sekali, bahkan pantas kalaupun disebut tidak ada, perhatian terhadap SSB ini. Entah di kota atau kabupaten lain.