Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Empat Model Suksesi dalam Islam

19 Juli 2022   11:28 Diperbarui: 19 Juli 2022   11:52 1459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suksesi atau pergantian kepemimpinan bagi sebuah organisasi adalah sebuah keniscayaan. Baik itu organisasi kecil maupun besar. 

Selain untuk memperbaiki manajemen, sebuah organisasi sangat perlu melakukan suksesi untuk melakukan 'penyegaran' dengan seorang pemimpin yang baru. Karena masa jabatan pemimpin yang terlalu lama-bahkan diset selamanya-akan cenderung melahirkan sikap otoriter, hegemonic, arogan, dan korup.

Ada banyak model pergantian kepemimpinan yang sering dipakai. Semakin kecil skup sebuah organisasi maka semakin sederhana proses suksesi yang dilakukan. 

Begitupun, organiasi yang besar akan lebih kompleks prosesnya, bahkan cenderung menimbulkan ekses negatif dari pihak yang merasa tidak puas dengan hasil suksesi tersebut.

Sebagai contoh, yang real dan sering kita dengar beritanya, adalah pergantian kepemimpinan di Partai Politik (Parpol), baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah atau cabang. 

Kemelut dan keributan sering terjadi menyertai proses suksesi sebuah Parpol, bahkan kadangkala-karena ketidakpuasannya-pihak yang kalah melepaskan diri dan mendirikan Parpol baru. Tak perlulah di sini disebutkan contoh-contoh Parpol yang demikian.

Bagi organisasi yang lebih besar, negara misalnya, proses suksesi akan lebih rumit lagi dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tapi ini tidak berlaku untuk negara-negara yang menganut sistem kerajaan.

Untuk negara-negara yang tidak berbentuk kerajaan, proses pergantian kepemimpinan yang dilakukan salah satunya dengan pemilihan umum (pemilu), seperti yang dilakukan di negara kita. 

Untuk pemilu 2024 nanti, DPR bersama pemerintah dan penyelenggara Pemilu telah menyepakati besaran dana pelaksanaan Pemilu 2024 sebesar Rp76,6 triliun. (sumber: dprgoid).

Selain berbiaya mahal, pemilu di Indonesia dari peroiode ke periode selalu melahirkan konflik yang kadangkala konflik tersebut tidak selesai dalam dua tiga bulan. Bahkan konflik yang terjadi pasca pemilu 2014 sampai sekarang masih terasa dan selalu semakin panas tiap mendekati pemilu.

Dalam Islam tidak ada aturan baku untuk proses pergantian kepemimpinan. Dan menariknya, empat pergantian kepemimpinan (khalifah) pasca Rasulullah wafat tidak sama, alias ada empat model.

Empat proses suksesi empat khalifah tersebut mengisyaratkan bahwa proses suksesi itu tidak baku, tidak mutlak harus satu model. Untuk mengetahui keempat model suksesi tersebut, berikut penjelasannya.

Suksesi dari Rasulullah ke Abu Bakar

Setelah Rasulullah Saw wafat, Abu Bakar Ash-Shiddiq ditunjuk sebagai khalifah. Namun sebelumnya terjadi perdebatan antara kaum Muhajirin dan Anshar.

Dikutip dari buku 'Inilah Faktanya' karya 'Utsman bin Muhammad al-Khamis, Imam al-Bukhari meriwayatkan: Isma'il bin 'Abdullah menceritakan kepada kami: Sulaiman bin Bilal menceritakan kepada kami dari Hisyam bin 'Urwah: "Urwah bin az-Zubair mengabarkan kepadaku dari Aisyah, istri Nabi, ia menuturkan tidak lama setelah Rasulullah wafat, orang-orang Anshar berkumpul menghadap Sa'ad bin 'Ubadah di saqifah Bani Sa'idah dan berkata: "Kami akan mengangkat pemimpin kami, dan silakan kalian mengangkat pemimpin kalian".

Namun, perdebatan itu berhenti tatkala Umar bin Khaththab berkata sambil memegang tangan Abu Bakar, "Kami akan membaiat engkau. Engkaulah pemimpin kami, orang yang terbaik di antara kami, dan orang yang paling dicintai Rasulullah di antara kami".

Setelah Umar memegang tangan Abu Bakar dan membaiatnya. Lalu, orang-orang yang hadir pun berdiri dan membaiat Abu Bakar.

Bisa dikatakan keputusan penunjukkan Abu Bakar sebagai khalifah, pengganti Rasulullah, diambil melalui konsensus, atau kesepakatan bersama. Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun, dari 632 sampai 634 M.

Suksesi dari Abu Bakar ke Umar bin Khaththab

Dalam buku "Kisah Hidup Umar bin Khattab" karya Mustafa Murrad, dijelaskan bahwa Abu Bakar sudah merasa yakin bahwa sosok yang cocok untuk menggantikannya menjadi khalifah adalah Umar bin Khaththab. Namun, beliau tetap meminta pertimbangan sahabat-sahabat terkemuka lainnya, seperti Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Affan, dan Thalhah bin Ubaidillah. Dan ketiga sahabat tersebut sepakat dengan pilihan Abu Bakar.

Abu Bakar kemudian meminta Utsman bin Affan untuk menulis surat wasiat tentang penunjukan Umar bin Khaththab. Beliau mendiktekan kalimat-kalimat yang harus ditulis Utsman bin Affan. Surat wasiat itu lalu disegel dengan stempel khalifah dan disimpan sebagai dokumen negara.

Khalifah Abu Bakar pun meminta untuk membacakan surat wasiat tersebut di hadapan kaum Muslimin. Dan pembacaan surat wasiat tersebut sekaligus sebagai pembaiatan Umar bin Khaththab sebagai khalifah pengganti Abu Bakar.

Pakar hukum Jimly Asshiddique dalam bukunya, "Islam dan Kedaulatan Rakyat", menuliskan bahwa penunjukkan Umar oleh Abu Bakar ini menurut al-Baqillani sah dan bijaksana karena beberapa alasan. Pertama, karena motivasinya baik dan tidak diragukan. 

Kedua, pilihan terhadap Umar adalah pilihan yang logis, karena tidak ada orang lain yang lebih tepat untuk menduduki jabatan khalifah setelah Abu Bakar selain Umar. 

Ketiga, tindakan memberikan wasiat kekuasaan kepada penggantinya itu secara hukum adalah sah. Sebab, itu diambil Abu Bakar selaku khalifah yang berwenang untuk mengambil tindakan demikian.

Khalifah Umar bin Khaththab memerintah selama sepuluh tahun (634-644 M). Selama masa itu beliau mampu memperluas wilayahnya Islam hingga ke Mesopotamia, Persia, Syam, Mesir, Afrika Utara, dan Armenia. Termasuk menguasai Yerusalem pada 637, setelah beliau diberikan kunci kota oleh Pendeta Sophronius.

Suksesi dari Umar bin Khaththab ke Utsman bin Affan

Setelah mengalami penusukan oleh seorang budak Persia bernama Abu Lulu'ah (Fairuz), dan merasa harus segera menunjuk penggantinya sebagai khalifah, Umar bin Khaththab pun membentuk majelis syuro yang beranggotakan enam orang sahabat utama, yaitu Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Sa'ad bin Abi Wqash, dan Abdurrahman bin Auf.

Dalam kitab 'Bidayah wan Nihayah' karya Ibnu Katsir djelaskan bahwa Umar merasa berat untuk memilih salah seorang di antara mereka.

Umar berkata, "Aku tidak sanggup untuk bertanggung jawab tentang perkara ini baik ketika aku hidup maupun setelah aku mati. Jika Allah menghendaki kebaikan terhadap kalian, Dia akan membuat kalian bersepakat untuk menunjuk seorang yang terbaik di antara kalian sebagaimana telah membuat kalian sepakat atas penunjukan orang yang terbaik setelah Nabi kalian Saw".

Keenam sahabat tersebut kemudian melakukan musyawarah, dan akhirnya terpilih tiga kandidat. Zubair bin Awwam memilih Ali bin Abi Thalib, Saad bin Abi Waqash memilih Abdurrahman bin Auf, dan Thalhahbin Ubaidillah memilih Utsman bin Affan. 

Namun, Abdurrahman bin Auf kemudian berkata, "Sesungguhnya aku melepaskan hakku untuk salah seorang di antara kalian (Utsman dan Ali), Allah sebagai saksinya. Sungguh akan diangkat sebagai khalifah salah seorang yang terbaik di antara dua orang yang tersisa."

Abdurrahman bin Auf lalu diangkat sebagai arbitrator untuk memilih antara dua kandidat yang tersisa. Dia pun berkeliling Madinah menjumpai para sahabat untuk meminta pendapat mereka.

Abdurrahman bin Auf kemudian memanggil Ali bin abi Thalibn dan Utsman bin Affan. Beliau berkata kepada Ali, "Wahai Ali, aku telah berkeliling menghimpun pendapat berbagai kalangan, dan ternyata mereka lebih memilih Utsman. Aku berharap engkau menerima ketetapan ini."

Setelah berkata kepada Ali, dia berkata kepada Utsman: "Aku membaiatmu atas nama sunnah Allah dan Rasul-Nya, juga dua khalifah sesudahnya."

Setelah Abdurrahman berkata demikian kepada Utsman, Ali bin Abi Thalib berdiri dan menjabat tangan Utsman bin Affan. Ali menjadi orang kedua yang membaiat Utsman sebagai khalifah pengganti Umar. Saat itu juga semua kaum muslimin yang hadir serempak membaiat Utsman sebagai khalifah kaum muslimin.

Pengangkatan Utsman bin Affan diawali melalui proses musyawarah di majelis syuro yang dibentuk khalifah sebelumnya, Umar bin Khaththab.

Suksesi dari Utsman bin Affan ke Ali bin Abi Thalib

Di masa kekhalifahan Utsman bin Affan, mulai terjadi pemberontakkan. Hepi Andi Bastoni dalam bukunya '101 Sahabat Nabi' menulis sebagai berikut,

Enam tahun pertama masa pemerintahan Utsman bin Affan berjalan dengan damai, namun enam tahun berikutnya terjadi pemberontakan. 

Sayangnya Utsman tidak dapat menindak tegas para pemberontak ini. Beliau selalu berusaha unruk membangun komunikasi yang berlandaskan kasih sayang dan kelapangan hati. 

Tatkala para pemberontak memaksa beliau untuk melepaskan kursi kekhalifahan, beliau menolak dengan mengutip perkataan Rasulullah Saw, "Suatu saat nanti mungkin Allah Swt akan memakaikan baju padamu, wahai Utsman. Dan jika orang-orang menghendakimu untuk melepaskannya, jangan lepaskan hanya karena orang-orang itu."

Setelah terjadi pengepungan yang lama, akhirnya pemberontak berhasil memasuki rumah Utsman dan membunuh beliau. Utsman bin Affan syahid pada hari Jum'at, 17 Dzulhljjah 35 H setelah memerintah selama dua belas tahun, sejak tahun 644 M.

Sejak terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan, ketegangan terus melanda kota Madinah. Banyak kelompok pemberontak yang berkeliaran di sana. Untuk menenangkan keadaan, para pemuda kemudian mendesak Ali bin Abi Thalib untuk segera menggantikan Utsman. 

Ali didukung oleh ketiga pasukan yang datang dari Mesir, Basrah, dan Kufah, serta penduduk Madinah. Semula Ali menolak, Dia menyatkan masih ada sahabat yang lebih dulu berjuang bersama Nabi Muhammad Saw di antaranya Thalhah bin Ubaidillah dan Sa'ad bin Abi Waqash.

Mendengar alasan Ali, kaum Muslimin mengajak Thalhah dan Sa'ad untuk bergabung membai'at Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. 

Mereka berdua setuju dan terjadilah pembai'atan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah yang keempat yang berlangsung di Masjid Nabawi pada bulan Zulhijah tahun 35 H (656 M). Sejak saat itu, Ali bin Abi Thalib resmi menjadi khalifah dan memimpin selama 4 tahun 9 bulan.

Dengan demikian pengangkatan Ali bin Abi Thalib menggantikan khalifah Ustman bin Affan dilakukan secara aklamasi.

Demikian empat proses suksesi yang terjadi pada empat khalifah pengganti Rasulullah Saw. keempatnya tidak ada yang sama sehingga kita mendapatkan empat model suksesi. Dengan demikian keempat model ini dapat diterapkan dalam proses pergantian kepeminpinan di sebuah organisasi.

Demikian, semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun