Mohon tunggu...
Urip Widodo
Urip Widodo Mohon Tunggu... Peg BUMN - Write and read every day

Senang menulis, membaca, dan nonton film, juga ngopi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sandal Pak Haji

1 Juli 2022   05:30 Diperbarui: 1 Juli 2022   05:38 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi sandal pak haji/sumber: pinterest

Setelah salat di mesjid sebelah rumahnya, Pak Haji kebingunan mencari-cari sandalnya. Udin yang baru keluar dari masjid juga bertanya, "Nyari apa, Pak Haji?"

"Sandal ane hilang, Din!"

"Oh, tadi diambil Lela anak Pak Haji, kalau begitu biar saya ambilin, ya Pak Haji?"

"Oh ya, tolong. Makasih, ya Din, baik bener, lu."

Segeralah Udin ke rumah pak haji dan menemui Lela yang sedang duduk di teras.

"Asalamu'alaikum, Lela!"

"Wa'alaikum salam. Ada apa, Din?"

"Lela, gimana ... ya ngomongnya. Kamu pasti gak percaya, tapi ini bener lho. Pak Haji nyuruh saya nyium pipi kamu."

"Hah! Yang bener, kamu Din. Mana mungkin babe bilang begitu, enak aja!"

"Ya udah kalau gak percaya!"

Lalu Udin berteriak ke arah mesjid. "Pak Haji, gak dikasih sama Lela!"

"Lela ... ayo kasih, jangan gak dikasih!" teriak Pak Haji dengan nada agak marah.

Mendengar ayahnya kelihatan serius, Lela percaya saja, pasti ada alasannya. Dia pun membiarkan Udin mencium pipi kanannya.

Setelah mencium pipi kanan, Udin bilang lagi, "Lela, kata Pak Haji harus dua-duanya, jadi pipi kiri juga harus dicium."

"Kok aneh sih, babe ini?" pikir Lela.

Melihat Lela diam saja, Udin kembali berteriak lagi ke arah mesjid. "Pak Haji, cuma dikasih sebelah sama Lela!"

"Lela ... buruan kasih! Jangan cuma sebelah, kasih dua-duanya!" teriak Pak Haji dengan nada lebih tinggi.

Mendengar ayahnya semakin marah, Lela pun menyodorkan pipi kirinya. Dan, Udin berhasil mencium pipi dan kanan Lela. Dia tersenyum, recana yang dipikirkan berbulan-bulan ternyata berjalan lancar. Udin segera kembali ke mesjid dan memberikan sandal yang sejak tadi disembunyikannya.

***

Humor dan Hikmah.

Humor ini sudah sering saya dengar, tetapi saya baru menyadarinya bahwa ada hikmah di dalam nya.

Kisah ini terlihat konyol, tetapi itu sebenarnya mewakili kehidupan kita saat ini. Dunia yang penuh dengan manipulasi. Udin berhasil memanipulasi kepercayaan. Ia memanipulasi kepercayaan Pak haji kepadanya. Ia memanipulasi kepercayaan Lela pada ayahnya dan ia mendapatkan keuntungan dari manipulasi yang ia lakukan.

Kenapa tokohnya Udin?

Udin sebenarnya nama baik, berasal dari kata Ad-Din (Agama), tapi justru di situ masalahnya. Orang-orang yang memanipulasi kita kenyataannya memang tidak tampil bertato, gondrong, berotot atau membawa senjata.

Orang-orang yang sering memanipulasi kita justru mungkin saja ada yang berpeci, bersorban dan terlihat alim. Ada juga yang berdasi, bermobil dan bertutur kata baik. Ada juga yang berwujud caleg atau politisi. Atau ada yang menipu dengan pendekatan investasi, kerja sama bisnis atau pendekatan lain yang terlihat hebat, dan lain-lain.

Mereka datang seolah-olah sebagai dewa penolong yang akan menolong kita yang sedang dalam keadaan lemah. Karena itu jangan mudah percaya, jangan mudah terpedaya.

Apa yang membuat Lela terpedaya?

Lela sebenarnya adalah korban salah pendidikan. Banyak orangtua yang mendidik anaknya untuk patuh pada orangtua. Padahal intinya bukan hanya patuh, anak harus patuh pada orang tua karena orangtua mengajak pada kebaikan dan kebenaran. Jadi, sebenarnya yang harus dipatuhi anak adalah kebaikannya dan kebenarannya.

Jika anak dilatih patuh pada kebenaran, maka ia diberi kebebasan untuk menentang atau mengkritik orangtua ketika orangtua bertindak tidak benar. Ini idealnya, tetapi banyak orangtua yang tidak mau sepenuhnya terbuka menerima kritik.

Hasilnya, ya seperti si Lela. Ia tahu itu salah, ia sadar ada yang aneh, tapi karena takut atau patuh pada orangtua, maka ia menjadi korban manipulasi si Udin.

Nah, kini saatnya kita menyiapkan diri untuk tidak jadi korban manipulasi orang lain atau lembaga apapun.

Dunia ini tidak sempurna, itu kenyataannya. Pilihannya hanya dua; mengambil segala kebaikan dan menghindari segala keburukannya, atau terbawa arus menjadi korbannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun